Penyair Pulo Lasman Simanjuntak : Menulis Puisi Memang Tak Pernah Mati

Penyair Pulo Lasman Simanjuntak : Menulis Puisi Memang Tak Pernah Mati


MKO, Seni SastraJakarta – Penyair Pulo Lasman Simanjuntak, 63 tahun, pertama kali menulis puisi pada bulan Juli tahun 1977 karya puisinya berjudul IBUNDA dimuat di Harian Umum KOMPAS.

Setelah itu karya puisinya mulai ‘disebar’ disejumlah media cetak (koran, suratkabar mingguan, dan majalah) mulai tahun 1980 sampai tahun 2023 telah mencapai pemuatan sebanyak 23 media cetak.

Memasuki era sastra digital (internet) dan media sosial dalam kurun waktu tiga tahun terakhir ini karya puisinya telah dipublish (tayang) sebanyak 254 media online (website) di Indonesia dan negara serumpun Malaysia.

“Proses kreatif saya dalam menulis puisi tak akan pernah mati. Motto menulis puisi memang tak pernah mati, bahkan sampai saya juga turun ke dunia orang mati,” kata penyair yang karya puisinya telah diterbitkan dalam 7 buku antologi puisi tunggal dan 35 buku puisi antologi puisi bersama para penyair di seluruh Indonesia, di  Jakarta, Senin  (17 Februari 2025).

Dua karya puisinya berjudul "Menulis Syair Untuk Presiden Eoisode Dua " dan "Meditasi Batu" telah dijadikan tembang puitik musik klasik oleh Komponis & Pianis Ananda Sukarlan.

Beberapa kali diundang baca puisi di Pusat Kesenian Jakarta (PKJ) Taman Ismail Marzuki (TIM), Radio Republik Indonesia (RRI) stasiun Jakarta, Cafe Sastra Balai Pustaka, dan sejumlah komunitas sastra di wilayah Jabodetabek.

Penyair Pulo Lasman Simanjuntak-yang juga dikenal sebagai wartawan senior ini-menulis di bawah ini 6 puisi yang ‘merekam’ perjalanan pergulatan (pergumulan hebat) kehidupan sang penyair sampai musim kemarau panjang yang telah membakar sejumlah sajaknya.

Bahkan musim kemarau panjang sampai “menusuk” bait dan larik puisinya yang kadang sanpai harus minum air tanah keruh yang berlumpur-lumpur, mirip sebuah ritual air tanah kekeringan.


Selamat membaca.


Sajak


Pulo Lasman Simanjuntak


KIDUNG MALAM HARI


kusalin kidung-kidung terluka-

tanpa rebana

nyanyian mezbah

makin rebah

tak berdaya


matahari terbenam

dalam dingin

cuaca kering


lalu kulihat di matamu

katarak amarah

membara


selalu terbesit

persungutan berair

tak juga mencair


bernyanyilah untukku

kesunyian apel malam

mengeja kitab suci

mari kita bermazmur

sampai dinihari


hari-hari sendiri lagi

malam menjelma

jadi hujan

jadi kekelaman


hanya menghitung bintang-bintang

sampai langit ketiga

nada nyanyiannya

makin sendu

tersedak


oi, aku kembali

jadi batu


Jakarta, Senin, 25 September 2023


TANGISKU UNTUK PULAU REMPANG


tangisku untuk pulau rempang

dulu hidup damai dengan bertani, berkebun, dan melaut

di atas hamparan lahan

ribuan hektare


kini terhempas keji

kejam

tak bisa dibendung

senjata dan gas air mata


tangisku untuk pulau rempang

mengalir amat deras

dari wajah ibu dan anak di tanah adat melayu

tergusur dari hunian yang dibangun di atas hamparan samudera raya

menjelma jadi pabrik kaca

tajam dan berdarah


jeritan kesakitannya

karena telah kehilangan rumah, masa depan, dan tanah air sendiri

sampai juga

ke pintu istana emas dan gudang-gudang persenjataan

membawa duka kemiskinan

tipuan triliunan rupiah


mulut-mulut berapi

investor omong kosong

dengan gigi kekerasan

mengigit rakus matahari

bahkan mereka hanya mau menawarkan semangkuk sup-

racun tumbuhan


lihatlah,

nelayan tak mampu lagi

berenang dengan kail dan ikan

sebab lautan telah berubah

jadi ratusan dajal

menyelam liar

membawa tangisan histeris untuk penduduk pulau rempang


ini duka kita semua

berakhir dengan kepiluan

kesedihan di tanah kuburan kematian yang dipaksakan


memanjang sampai akhir

kehidupan kehilangan mata pencaharian

dalam penderitaan

ujian iman dan doa syafaat

harus segera dilayangkan

sangat keras

sekeras batu karang


walaupun berakhir bentrok

membara

kaki-kaki yang muntah

rambut panjang yang pecah

tak lagi menerbitkan seberkas cahaya

airmata putus asa


Jakarta, Kamis, 28 September 2023


SEPTEMBER MENGERIKAN


seribu peluru persungutan liar-

dimuntahkan

dari genting rumah

jatuh di dasar sumur

air tanah makin memuakkan


suara ledakannya

tak mampu tembus

cakrawala garis jingga

ditelan minyak jelantah

dikunyah bau busuk

mulutnya


siapa lagi awal bulan ini

mau memberi sepotong daging segar

jelang hari ketujuh mengetuk pintu

tannyamu

seperti suara kidung

putus asa


mari,

tetap kita nyalakan obor

berjalan dengan tiang api

di atas mezbah sajakku

pesta kelaparan

mau digelar

hambar


ingat, teriakmu

tak ada hawa napsu birahi

dikunci tiap dinihari

menebar benih kesakitan

sangat membosankan


pergilah ke gurun pasir

tusuk tenggorokanmu

pecah

berdarah

tak ada hujan


september telah datang

makin mengerikan

kembali dihadirkan

lewat tangisan bayi dalam kandungan


karena doa deras dilayangkan tiap malam

tak mampu lagi membendung pikiran

dan ramalan

digenapi

sungguh menyakitkan


Jakarta, 20 September 2023


PENYAIR BERMATA BATU


penyair bermata batu

masuk usia suntuk

seharian menyalin meditasi

agar ada sajak-sajak suci

mengalir dari mata air sungai

kehidupan anak domba

disembelih


tanpa tulisan

suara sunyi

terus berbisik

berguguran

benih matahari


supaya jangan ada lagi

amarah meledak

bau busuknya

menyusup

dalam perutmu kian mengecil

aku suka berkelamin


penyair bermata batu

ikut kecewa

anaknya senang berhala

tak lagi pandai berucap sedap

ia terjebak di pulau-pulau terluar


sambil terus berdansa

menghisap mimpi tidurnya

bermalam di padang kelam


penyair bermata batu

lalu melarikan sajaknya

ke gedung kesenian rakyat

di sini ia bertemu para pujangga

punya lidah tajam

seperti pisau cukur tua

mereka lalu bertukar wajah

dengan presiden penyair

tak lagi mabuk anggur

dipetik dari ribuan bintang

sampai langit ketiga


aku sendiri mau menyendiri

lantaran tak sanggup

menatap penyair bermata batu

keluh kesahnya semakin terluka

memerah

dalam sajaknya

yang kelaparan ini


Jakarta, Juli 2023


SEPTEMBER MENGERIKAN, OKTOBER MAKIN MENCEMASKAN


september mengerikan

oktober makin mencemaskan

sudah berjalan perlahan-lahan

keras

menegangkan


tangisan berulang

jadi nafas kesakitan

di ranjang hanya bisa kusantap

sperma menjijikkan

dosa turunan

ditiup angin kemarau panjang

diselesaikan di bukit-bukit memanjang


september mengerikan

oktober makin mencemaskan

aku ketakutan

dalam kamar khayalan

menjelma jadi ribuan mata uang


hujan tak bisa hapuskan

kegelisahan disebar pepohonan

yang tak pernah disiram

sampai tumbuh matang


setelah melalui perjalanan

paling memalukan

akhirnya tibalah

para pejalan malam

beristirahat dalam alur

sungai membusuk

diterjang

bangkai binatang

diam-diam menyusup

dalam bulan telanjang


september mengerikan

oktober makin mencemaskan

lihatlah dari negeri seberang lautan

perzinahan telah membuntingi

anak-anak tanpa akte kelahiran

tanpa masa depan


hanya tersisa kemarahan

menebas.pisau kematian

terputus di ujung dermaga

kekelaman


Jakarta, Minggu 8 Oktober 2023


KEMARAU MEMBAKAR SAJAKKU


lihatlah, kawan

kemarau telah membakar sajakku

cuaca ganas merayap

di atas pepohonan

daunnya sudah rontok

mengeluarkan gas berapi


bahkan lidahnya yang keji

nyaris melahap

ribuan ikan

dalam kolam kekeringan


berjalan pasti berkeringat

karena matahari

sudah lelah berteriak-teriak

menyemburkan mantera awan

dari seberang lautan

tak lagi berombak


lihatlah, kawan

kemarau telah membakar sajakku

suhu udara panas sudah menyiksa

sekujur tubuh tanpa disiram air tanah

keruh dan berbau busuk


sunyi hanya mengalirkan darah segar

mengerikan

sungguh mematikan


Jakarta, Kamis, 19 Oktober 2023

Komentar

Halaman

"Kejam, Kades Tegal Wangi Menes Diduga Aniaya Anak Dibawah Umur Dengan Tendangan Serta Pukulan"

Seorang warga desa gunungsari kac sukanagara kabupaten Cianjur Jawa Barat, mengadakan ambulan geratis untuk masyarakat

Hendra Kepala Desa Ciginggang Lebak Memantau Pelaksanaan Pembagian Beras Yang Di Hadiri Pihak Bulog Serta Muspika

PENGANIAYAAN ANAK DI BAWAH UMUR OLEH OKNUM KADES TEGAL WANGI, PANDEGLANG — KUASA HUKUM DESAK TINDAKAN TEGAS

Klarifikasi Kasus ABG "Ngamar" di Rumah Kades: Versi Kades Dipertanyakan, Korban Mengaku Dianiaya Tanpa Alasan