BPHN Gelar FGD Evaluasi Kekuasaan Kehakiman: Soroti Independensi Hakim dan Tantangan Digitalisasi Peradilan

BPHN Gelar FGD Evaluasi Kekuasaan Kehakiman: Soroti Independensi Hakim dan Tantangan Digitalisasi Peradilan

MKO, Kementerian Hukum RI - Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kementerian Hukum menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Analisis dan Evaluasi tentang Kekuasaan Kehakiman di Indonesia”, Selasa (28/5). Kegiatan ini bertujuan untuk memperkuat sistem peradilan nasional yang bersih, berintegritas, dan adaptif terhadap perkembangan zaman.


FGD menghadirkan sejumlah pemangku kepentingan, termasuk perwakilan lembaga pengawas dan lembaga riset hukum, guna membahas isu-isu strategis yang tengah dihadapi kekuasaan kehakiman Indonesia.


Dalam sambutannya, Analis Hukum Ahli Utama BPHN, Bambang Iriana, menegaskan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan pilar utama dalam sistem ketatanegaraan yang berperan penting dalam mewujudkan keadilan sosial. Ia menekankan pentingnya sinergi antara Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), dan Komisi Yudisial (KY) sebagaimana diatur dalam UUD 1945, untuk menjamin keberlangsungan sistem peradilan yang kredibel.


Sekretaris Tim Kerja, Lewinda Oletta, menyampaikan sejumlah isu krusial yang menjadi fokus pembahasan. Di antaranya adalah kerentanan independensi hakim terhadap intervensi, pelanggaran kode etik, tingginya beban perkara di MA, serta ketimpangan penerapan teknologi peradilan. 


Ia juga menyoroti pengaruh politik terhadap independensi lembaga kehakiman serta tantangan dalam proses rekrutmen hakim yang berdampak pada profesionalisme dan kualitas putusan pengadilan.


Kepala Biro Pengawasan Perilaku Hakim KY, Dr. Mulyadi, SH., MSE., mengungkapkan sejumlah hambatan struktural dan fungsional dalam pengawasan hakim, termasuk minimnya kantor penghubung di daerah dan lemahnya implementasi rekomendasi sanksi etik oleh MA. 


Ia menambahkan bahwa upaya pelemahan kewenangan KY melalui judicial review dan kriminalisasi terhadap anggotanya merupakan ancaman serius bagi agenda reformasi peradilan.


Sementara itu, peneliti dari Indonesia Judicial Research Society (IJRS), M. Rizaldi, mengkritisi ketimpangan antara beban kerja hakim dan kapasitas pendukung sistem peradilan. 


Menurutnya, ketidakseimbangan ini berdampak pada kualitas dan konsistensi putusan. “Justice delayed is justice denied, dan justice rushed is justice crushed,” ujarnya, menggarisbawahi pentingnya efisiensi sekaligus kehati-hatian dalam proses peradilan.


Melalui FGD ini, BPHN berharap dapat merumuskan rekomendasi kebijakan yang konkret dan aplikatif untuk memperkuat sistem kekuasaan kehakiman yang independen, transparan, dan tangguh menghadapi tantangan era digital.

 

Komentar

Halaman

AUDIENSI ANTARA AHLI WARIS H. SARMIN DENGAN DPRD KAB. PANDEGLANG MENDAPATKAN HASIL YANG KURANG MEMUASKAN

Polres Pandeglang Tangkap 3 Pelaku Pengeroyokan Penyiksaan Terhadap Pengacara Mahmud Sodik SH MH

Pjb Matangkan Rencana HPN 2026

Menteri Rini: Paguyuban PANRB Perkuat Ekosistem Birokrasi Kolaboratif

Forum Wartawan Banten Harap HPN di Banten Libatkan Seluruh Elemen Pers