JRSCA Di TN.UJUNG KULON
Java Rhino Study Conservation Area (JRSCA) atau Javanese Rhino Sanctuary (JRS) di TNUK adalah contoh manajemen parsialisme dan pragmatisme yang membuat beberapa kekeliruan mendasar.
Pemikiran parsialisme adalah suatu pandangan menihilkan kebinekaan hayati (biodiversity) dan kenyataan etika ekologis yang telah berjasa dalam membentuk ekosistem kawasan melalui proses evolusi sejak ratusan tahun yang silam.
Penebangan ratusan pohon di kawasan konservasi Ujung Kulon oleh project JRSCA/JRS itu merupakan bukti atas logika penihilan terhadap keragaman hayati
. Postulat konflik dibangun mazhab parsialisme dalam kasus TNUK, melahirkan sintesis yang memandang buruk kehidupan bersama dalam tata sunatullah di alam natural.
Pandangan konflik mengintrodusir kebijakan bahwa kehidupan di luar badak jawa (Rhinoceros sondaicus) adalah ancaman potensial dan actual bagi kelestarian satwa langka bercula satu itu.
Keberadaan satwa lain seperti banteng (Bos javanicus), macan dahan (Pantera pardus), surili (Presbytis ayqula), anjing hutan (Cuon alpines), jaralang (Ratufa bicalor), owa (Hylobates moloch), rusa (Cervus timorensis), muncak (Muntiacus muncak), kancil (Tragulus javanicus), ajag (Cuon alpinus) dan makhluk lain digolongkan sebagai satwa non-ekonomis. Dalam perspektif parsialism, kelompok satwa ini tidak masuk kategori penting untuk mendapat prioritas penyelamatan,
meskipun ada dari satwa-satwa itu tergolong langka dan terancam punah. Logika projek membenarkan penebangan ratusan pohon yang merupakan habitat satwa-satwa tersebut, karena kurang memiliki nilai ekonomi signifikan bagi bisnis “projek badak jawa”, yang secara pragmatis menguntungkan.
Atas dasar logika keliru itu JRSCA/JRS secara bertahap dan sistematis menyingkirkan satwa-satwa non-ekonomis pada ruang hutan yang makin menciut dan fragmentatif setelah habitatnya dirusak.
Mereka tidak belajar dari kepunahan harimau jawa (Panthera tigris) di Ujung Kulon yang tidak lepas dari manajemen habitat yang parsial seperti itu. Kini satu persatu kelompok hewan non-badak jawa dipaksa dimigrasikan secara eks-situ ke tempat lain.
Belum lama ini banteng dari TNUK dipindahkan secara diam-diam ke kawasan hutan Sancang, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Mungkin pada waktu yang lain akan dialami oleh jenis muncak dan satwa lain yang dipindahkan, karena dianggap ancaman terhadap populasi badak jawa di Ujung Kulon.
Padahal secara ekologis, setiap spesies tidak cukup memiliki kemampuan daya tahan survive bila terpisah dari kelompoknya. Seekor tawon akan segera mati, jika terasing dari induknya.
Meskipun secara biologis setiap spesies satwa memiliki kemampuan fisik yang dilatih melalui kompetisi dan adaptasi, tetapi kodrat kelompok merupakan pangkalan kehidupannya. Tetapi intervensi manusia yang pragmatis dan parsial dalam manajemen kawasan dengan intensitas kehadiran di zona inti dan membaur bersama ....,
Belum lama ini seorang warga cegog desa Ranca pinang kecamatan Cimanggu kedapatan mengambil seekor anak burung di kawasan ramea ujung kulon kini harus mendekam di penjara, jika di pikir secara manusiawi hal demikian tidak harus diponis dengan hukuman berat jika di bandingkan dengan yang merusak kawasan dengan menggunakan alat berat.lalu siapa yang harus di salahkan dan yang bertanggung jawab.??..
Lain daripada itu project yang di kerjakan terkesan asal jadi contoh pembangunan dermaga cilintang baru beberapa tahun udah tidak bisa pakai karena sudah rusak berat.
( lex )
Komentar
Posting Komentar