Empat Tahun Pasca Pemekaran dari Kabupaten Tangerang ini, Kota Tangerang Selatan sudah Dijadikan Daerah Pembelajaran dari Daerah-Daerah di Tanah Air
PAMULANG | TR
Walaupun baru menginjak usia empat tahun pasca pemekaran dari Kabupaten Tangerang ini, Kota Tangerang Selatan sudah dijadikan daerah pembelajaran dari daerah-daerah di tanah air. Kali ini, kunjungan itu datang dari DPRD Kabupaten Badung, Bali. Dimana dalam kunjungannya lebih berfokus pada pengelolaan ruang terbuka hijau (RTH) yang berfungsi sebagai penangkal dari polusi udara. Demikian disampaikan Wakil Ketua Pansus Jalur Hijau DPRD Kabupaten Badung, Bali, MH Duana di Aula Kantor Walikota Tangerang Selatan. Kami melakukan studi banding untuk mengetahui cara pemanfaatan lahan-lahan yang ada untuk jalur hijau,” kata Duana. Duana yang juga didampingi Ketua Pansus I Nyoman Satria menambahkan pemanfaatan lahan-lahan akan jalur hijau ini sesuai dengan ketentuan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Salah satunya melalui penyediaan sarana dan prasarana umum berupa fasos-fasum yang harus dibangun oleh para pemegang Izin Penunjukkan Penggunaan Tanah (IPPT). “Dalam ketentuannya setiap pengembang wajib menyediakan 40 persen dari total lahan miliknya diperuntukan bagi fasos dan fasum berupa jalur hijau,” imbuhnya. Dengan kunjungan ini, pihaknya bisa belajar lebih jauh tentang tata kelola dan pemanfaatan hingga penerapan hukum. Serta kerjasama Pemerintah Kota Tangerang Selatan dengan para pengembang dan masyarakat di sekitar sepadan. Apalagi antara Kabupaten Badung dengan Kota Tangerang Selatan memiliki kesamaan terkait adanya sepadan-sepadan daerah aliran sungai. “Kalau ini yang terjadi maka akan dapat membentuk paru-paru kota berguna untuk menyerap CO2 (karbon dioksida). Kota Tangerang Selatan ini menjadi pilihan dan acuan bagi kami untuk mengelola jalur hijau,” terang Duana. Sementara itu, Kepala Dinas Kebersihan Pertamanan dan Pemakaman (DKPP) Kota Tangerang Selatan, Chaerul Soleh, menyatakan kedatangan Pansus Jalur Hijau ingin melihat secara dekat akan aturan dan ketentuan tentang RTH. Hal ini menurutnya karena banyak lahan yang dibangun oleh pengembang dipergunakan untuk sarana pemukiman berupa cluster-cluster dan pusat bisnis. “Kita harus memiliki paru-paru kota. Saya harapkan dari kunjungan ini ada makna yang bisa diperoleh sebagai daerah penyangga ibukota. Para pemiliki modal memperhatikan masalah ini. Kesejukan dan kenyamanan adalah kenikmatan bagi kita semua,” harapnya. (Iwan S)
Komentar
Posting Komentar