Penyidik KPK Datangi Kantor Dinkes Provinsi Banten
SERANG -Mediakota online.com
Setelah melakukan penggeledahan di Kantor Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Tangerang Selatan (Tangsel) dan Kantor Wali Kota Tangsel Airin Rachmi Diany, beberapa hari lalu, kini penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendatangi Kantor Dinkes Provinsi Banten, di Serang, Kamis (24/10).
Kedatangan para penyidik ini terkait dengan kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan (Alkes). Berdasarkan pantuan, sekitar 10 penyidik KPK datang ke Kantor Dinkes Banten pada pukul 11.10 WIB dengan menggunakan tiga mobil Toyota Kijang Inova berwarna hitam dengan nomor polisi masing-masing B 1947 UFR, B 1031 UFS dan B 1736 UFI serta satu unit mobil Toyota Kijang Kapsul hitam B 1095 RFS.
Sekitar pukul 12.30 WIB, para penyidik keluar dari Kantor Dinkes, setelah Kepala Dinas Kesehatan Djadja Budi Suhardja datang, dan sempat melakukan pertemuan.
Para penyidik tidak memberikan keterangan apa-apa ketika ditanya oleh wartawan. “Jangan ambil gambar dulu, belum bawa apa-apa. Nanti jam 2.00 WIB (pukul 14.00 WIB) kami ke sini lagi. Mau makan dulu, lapar,” kata salah seorang penyidik KPK ketika wartawan hendak mengambil gambar.
Ketika didesak para wartawan terkait kasus yang sedang disidik KPK, para penyidik itu tidak memberikan jawaban.
Namun, salah seorang penyidik KPK memastikan kedatangan mereka di Kantor Dinkes Banten terkait soal penyelidikan alkes. "Ya masih soal alkes," ujar salah seorang penyidik singkat.
Setelah makan siang, para penyidik KPK kembali mendatangi Kantor Dinkes Banten pada pkul 14.05 WIB. Mereka datang menggunakan empat mobil.
Tiga mobil diparkir di belakang dan satu unit mobil diparkir di halaman depan Kantor Dinkes Banten. Sebanyak empat penyidik KPK yang terdiri atas tiga pria dan satu orang wanita terlihat berjalan memasuki Kantor Dinkes Bantn dari arah belakang sekitar pukul 14.10 WIB.
Salah penyidik KPK pria menggunakan masker berwarna hijau. Selanjutnya empat orang lagi petugas KPK, tiga pria dan satu wanita dari belakang kantor Dinkes Banten pukul 14.12 WIB. Keempatnya tidak menggunakan masker.
Tidak lama kemudian, satu orang petugas KPK membawa boks plastik besar untuk mengangkut berkas dan disusul satu orang lagi mengikuti dari belakang pukul 14.14 WIB.
Selanjutnya sekitar pukul 15.45 WIB, para penyidik KPK keluar dari Kantor Dinkes Banten membawakan satu boks dan dua kardus berkas dan dokumen yang disita dari Kantor Dinkes Banten. Tidak satu pun penyidik KPK bisa dimintai keterangan terkait penggeledahan tersebut.
Sekretaris Dinkes Banten dr Drajat Ahmat Putra selaku Wakil Direktur RS Rujukan Banten membenarkan kedatangan para penyidik KPK tersebut.
“Para penyidik KPK datang ke Dinkes Banten untuk meminta berkas bukan menggeldah. Namun saya tidak mengetahui secara pasti, berkas terkait apa saja yang diminta para penyidik KPK tersebut, karena saya sedang berada di RS Rujukan Banten,” ujarnya.
Selalu Bermasalah
Proyek yang dikerjakan perusahaan milik Tubagus Chaeri Wardana (TCW) alias Wawan bersama kroninya di bidang pengadaan alkes di Banten faktanya selalu bermasalah.
Namun, selama ini Wawan bersama kroninya selalu lolos dari jeratan hukum karena semua kasusnya yang pernah ditangani Polda dan kejaksaan di Banten selalu berhenti di tengah jalan alias dipetieskan. “Sudah berkali-kali saya tegaskan bahwa masyarakat Banten sudah tidak percaya lagi dengan Polda dan Kejaksaan di Banten. Selama ini kasus korupsi bertumpuk-tumpuk yang dilaporkan ke Polda Banten dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten namun selalu dipetieskan secara diam-diam. Langah KPK dalam penyelidikan kasus alkes di Banten seharusnya menjadi tamparan buat kepolisian dan kejaksaan di Banten, karena kasus alkes juga pernah ditangani oleh kedua lembaga penegak hukum itu, namun hasilnya nol besar,” tegas Direktur Eksekutif Aliansi Lembaga Independen Peduli Publik (ALIPP) Suhada, S Sos, kepada SP, Kamis (24/10).
Suhada mengatakan, pihaknya bersama teman-teman aktivis antikorupsi di Banten akan terus mengawal dan mendukung KPK dalam mengusut tuntas kasus korupsi di Banten.
“Kami tidak akan puas kalau KPK hanya berhenti di kasus alkes saja. Masih banyak kasus lain yang telah kami laporkan KPK. Kami sangat berharap, KPK juga mengusut kasus lain. Harapan kami hanya KPK. Kepolisian dan kejaksaan di Banten sudah tidak ada gunanya. Kami selama ini sangat kecewa dengan kepolisian dan kejaksaan di Banten. Kasus alkes yang ditangani KPK saat ini, semuanya sudah diketahui oleh kejaksaan dan kepolisian di Banten. Namun, penyelesaian yang dilakukan kejaksaan dan kepolisian selalu tidak jelas,” tegasnya.
Suhada mencontohkan, proyek pengadaan alkes pada Dinkes Banten yang dibiayai dari APBD Banten 2009 senilai Rp 44 miliar diduga terdapat indikasi tindak pidana korupsi.
Diketahui, pemenang tender alkes tahun 2009 di lingkup Dinkes Banten yakni, PT Dini Contractor (DC), dengan nilai kontrak Rp12.837.500.000.
Selanjutnya, tender dengan nilai kontrak Rp15.094.550.000 dimenangkan PT Kidemang Putra Prima (KPP), dan PT Profesional Indonesia Lantera Raga (Pilar) dengan nilai kontrak Rp16.521.449.000.
Berdasarkan penelusuran, PT Pilar merupakan perusahaan milik Tatu Chasanah, adik kandung Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, yang juga mantan salah satu pimpinan DPRD Banten, dan kini Tatu menjabat sebagai wakil bupati Serang hasil Pemilukada 9 Mei 2010 lalu untuk periode 2010-2015.
Sementara PT KPP adalah milik Iyus Supriatna, adik anggota DPR RI dari Partai Golkar, Mamat Rahayu. Iyus adalah sahabat selaku tangan kanan adik Atut, Tubagus Chaeri Wardana (TCW) alias Wawan.
Ketua Panitia Lelang pada Dinkes Provinsi Banten pada tahun 2009, Agus Takaria selaku Kepala Sub Bidang Promosi Kesehatan diperiksa Polda Banten terkait kasus alkes 2009 tersebut sebanyak 20 kali. Namun, Agus Takaria hanya sebatas saksi.
Selain itu, terkait persoalan alkes yang sama, kurang lebih 15 pejabat dan panitia sudah diperiksa penyidik Polda Banten. Tak hanya itu, penyedia barang dan jasa juga sudah diperiksa. Namun, kasus alkes itu mengendap di Polda Banten dan tidak jelas penyelesaiannya.
Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK RI Nomor:34b/LHP/XIII.SRG/05/2010 tanggal 31 Mei 2010, ada beberapa kejanggalan dalam kegiatan pengadaan alkes untuk beberapa RSUD di Banten tersebut.
Dari pemeriksaan yang dilakukan BPK RI, pengadaan alkes yang didistribusikan untuk RSUD Serang dan RSUD Cilegon, senilai Rp 16,521 milliar dilaksanakan PT Pilar.
Kemudian pengadaan alkes untuk RSUD Lebak dan RSUD Malingping sebesar Rp 15,094 milliar dilaksanakan PT KPP. Sedangkan pengadaan alkes untuk RSUD Pandeglang dan Labuan senilai Rp 12,837 miliar dilaksanakan PT DC.
Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK ditemukan bahwa selain ketiga rekanan yang mendapatkan proyek pengadaan alkes di Dinkes Banten itu, ternyata masih satu rekanan di luar kontrak, yaitu PT Juyang yang menyalurkan atau mendistribusikan alkes ke setiap RSUD yang ada di Banten.
BPK menemukan adanya penggelembungan anggaran atau kelebihan pembayaran sebesar Rp 2.109.165.0 045 di RSUD Serang dan Cilegon.
Begitu juga di RSUD Lebak dan Malingping, ditemukan kelebihan anggaran sebesar Rp 1.660.993.499. Sedangkan untuk RSUD Pandeglang dan Labuan, BPK menemukan kelebihan anggaran sebesar Rp 1.478.200.665.
Total kerugian keuangan negara berdasarkan LHP BPK akibat kelebihan pembayara mencapai Rp 5,248 miliar. Namun, kasus ini tidak jelas penanganannya oleh Polda Banten pada tahun 2010 lalu.
Bukan hanya itu, pada tahun 2011, perusahaan milik Wawan yakni PT Buana Wardana Utama (BWU) dengan Dirut Yayah Rodiyah tersangkut kasus dugaan korupsi pengadaan alkes di RSUD Cilegon senilai Rp8,8 miliar yang disidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Cilegon.
Yayah bahkan pernah menjalani pemeriksaan sebagai saksi dalam perkara tersebut. Namun kasus ini kemudian disupervisi oleh KPK karena dianggap layak ditangani lembaga tersebut.
Namun, kasus tersebut kemudian juga tidak jelas penyelesaiannya. nett
Setelah melakukan penggeledahan di Kantor Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Tangerang Selatan (Tangsel) dan Kantor Wali Kota Tangsel Airin Rachmi Diany, beberapa hari lalu, kini penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendatangi Kantor Dinkes Provinsi Banten, di Serang, Kamis (24/10).
Kedatangan para penyidik ini terkait dengan kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan (Alkes). Berdasarkan pantuan, sekitar 10 penyidik KPK datang ke Kantor Dinkes Banten pada pukul 11.10 WIB dengan menggunakan tiga mobil Toyota Kijang Inova berwarna hitam dengan nomor polisi masing-masing B 1947 UFR, B 1031 UFS dan B 1736 UFI serta satu unit mobil Toyota Kijang Kapsul hitam B 1095 RFS.
Sekitar pukul 12.30 WIB, para penyidik keluar dari Kantor Dinkes, setelah Kepala Dinas Kesehatan Djadja Budi Suhardja datang, dan sempat melakukan pertemuan.
Para penyidik tidak memberikan keterangan apa-apa ketika ditanya oleh wartawan. “Jangan ambil gambar dulu, belum bawa apa-apa. Nanti jam 2.00 WIB (pukul 14.00 WIB) kami ke sini lagi. Mau makan dulu, lapar,” kata salah seorang penyidik KPK ketika wartawan hendak mengambil gambar.
Ketika didesak para wartawan terkait kasus yang sedang disidik KPK, para penyidik itu tidak memberikan jawaban.
Namun, salah seorang penyidik KPK memastikan kedatangan mereka di Kantor Dinkes Banten terkait soal penyelidikan alkes. "Ya masih soal alkes," ujar salah seorang penyidik singkat.
Setelah makan siang, para penyidik KPK kembali mendatangi Kantor Dinkes Banten pada pkul 14.05 WIB. Mereka datang menggunakan empat mobil.
Tiga mobil diparkir di belakang dan satu unit mobil diparkir di halaman depan Kantor Dinkes Banten. Sebanyak empat penyidik KPK yang terdiri atas tiga pria dan satu orang wanita terlihat berjalan memasuki Kantor Dinkes Bantn dari arah belakang sekitar pukul 14.10 WIB.
Salah penyidik KPK pria menggunakan masker berwarna hijau. Selanjutnya empat orang lagi petugas KPK, tiga pria dan satu wanita dari belakang kantor Dinkes Banten pukul 14.12 WIB. Keempatnya tidak menggunakan masker.
Tidak lama kemudian, satu orang petugas KPK membawa boks plastik besar untuk mengangkut berkas dan disusul satu orang lagi mengikuti dari belakang pukul 14.14 WIB.
Selanjutnya sekitar pukul 15.45 WIB, para penyidik KPK keluar dari Kantor Dinkes Banten membawakan satu boks dan dua kardus berkas dan dokumen yang disita dari Kantor Dinkes Banten. Tidak satu pun penyidik KPK bisa dimintai keterangan terkait penggeledahan tersebut.
Sekretaris Dinkes Banten dr Drajat Ahmat Putra selaku Wakil Direktur RS Rujukan Banten membenarkan kedatangan para penyidik KPK tersebut.
“Para penyidik KPK datang ke Dinkes Banten untuk meminta berkas bukan menggeldah. Namun saya tidak mengetahui secara pasti, berkas terkait apa saja yang diminta para penyidik KPK tersebut, karena saya sedang berada di RS Rujukan Banten,” ujarnya.
Selalu Bermasalah
Proyek yang dikerjakan perusahaan milik Tubagus Chaeri Wardana (TCW) alias Wawan bersama kroninya di bidang pengadaan alkes di Banten faktanya selalu bermasalah.
Namun, selama ini Wawan bersama kroninya selalu lolos dari jeratan hukum karena semua kasusnya yang pernah ditangani Polda dan kejaksaan di Banten selalu berhenti di tengah jalan alias dipetieskan. “Sudah berkali-kali saya tegaskan bahwa masyarakat Banten sudah tidak percaya lagi dengan Polda dan Kejaksaan di Banten. Selama ini kasus korupsi bertumpuk-tumpuk yang dilaporkan ke Polda Banten dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten namun selalu dipetieskan secara diam-diam. Langah KPK dalam penyelidikan kasus alkes di Banten seharusnya menjadi tamparan buat kepolisian dan kejaksaan di Banten, karena kasus alkes juga pernah ditangani oleh kedua lembaga penegak hukum itu, namun hasilnya nol besar,” tegas Direktur Eksekutif Aliansi Lembaga Independen Peduli Publik (ALIPP) Suhada, S Sos, kepada SP, Kamis (24/10).
Suhada mengatakan, pihaknya bersama teman-teman aktivis antikorupsi di Banten akan terus mengawal dan mendukung KPK dalam mengusut tuntas kasus korupsi di Banten.
“Kami tidak akan puas kalau KPK hanya berhenti di kasus alkes saja. Masih banyak kasus lain yang telah kami laporkan KPK. Kami sangat berharap, KPK juga mengusut kasus lain. Harapan kami hanya KPK. Kepolisian dan kejaksaan di Banten sudah tidak ada gunanya. Kami selama ini sangat kecewa dengan kepolisian dan kejaksaan di Banten. Kasus alkes yang ditangani KPK saat ini, semuanya sudah diketahui oleh kejaksaan dan kepolisian di Banten. Namun, penyelesaian yang dilakukan kejaksaan dan kepolisian selalu tidak jelas,” tegasnya.
Suhada mencontohkan, proyek pengadaan alkes pada Dinkes Banten yang dibiayai dari APBD Banten 2009 senilai Rp 44 miliar diduga terdapat indikasi tindak pidana korupsi.
Diketahui, pemenang tender alkes tahun 2009 di lingkup Dinkes Banten yakni, PT Dini Contractor (DC), dengan nilai kontrak Rp12.837.500.000.
Selanjutnya, tender dengan nilai kontrak Rp15.094.550.000 dimenangkan PT Kidemang Putra Prima (KPP), dan PT Profesional Indonesia Lantera Raga (Pilar) dengan nilai kontrak Rp16.521.449.000.
Berdasarkan penelusuran, PT Pilar merupakan perusahaan milik Tatu Chasanah, adik kandung Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, yang juga mantan salah satu pimpinan DPRD Banten, dan kini Tatu menjabat sebagai wakil bupati Serang hasil Pemilukada 9 Mei 2010 lalu untuk periode 2010-2015.
Sementara PT KPP adalah milik Iyus Supriatna, adik anggota DPR RI dari Partai Golkar, Mamat Rahayu. Iyus adalah sahabat selaku tangan kanan adik Atut, Tubagus Chaeri Wardana (TCW) alias Wawan.
Ketua Panitia Lelang pada Dinkes Provinsi Banten pada tahun 2009, Agus Takaria selaku Kepala Sub Bidang Promosi Kesehatan diperiksa Polda Banten terkait kasus alkes 2009 tersebut sebanyak 20 kali. Namun, Agus Takaria hanya sebatas saksi.
Selain itu, terkait persoalan alkes yang sama, kurang lebih 15 pejabat dan panitia sudah diperiksa penyidik Polda Banten. Tak hanya itu, penyedia barang dan jasa juga sudah diperiksa. Namun, kasus alkes itu mengendap di Polda Banten dan tidak jelas penyelesaiannya.
Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK RI Nomor:34b/LHP/XIII.SRG/05/2010 tanggal 31 Mei 2010, ada beberapa kejanggalan dalam kegiatan pengadaan alkes untuk beberapa RSUD di Banten tersebut.
Dari pemeriksaan yang dilakukan BPK RI, pengadaan alkes yang didistribusikan untuk RSUD Serang dan RSUD Cilegon, senilai Rp 16,521 milliar dilaksanakan PT Pilar.
Kemudian pengadaan alkes untuk RSUD Lebak dan RSUD Malingping sebesar Rp 15,094 milliar dilaksanakan PT KPP. Sedangkan pengadaan alkes untuk RSUD Pandeglang dan Labuan senilai Rp 12,837 miliar dilaksanakan PT DC.
Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK ditemukan bahwa selain ketiga rekanan yang mendapatkan proyek pengadaan alkes di Dinkes Banten itu, ternyata masih satu rekanan di luar kontrak, yaitu PT Juyang yang menyalurkan atau mendistribusikan alkes ke setiap RSUD yang ada di Banten.
BPK menemukan adanya penggelembungan anggaran atau kelebihan pembayaran sebesar Rp 2.109.165.0 045 di RSUD Serang dan Cilegon.
Begitu juga di RSUD Lebak dan Malingping, ditemukan kelebihan anggaran sebesar Rp 1.660.993.499. Sedangkan untuk RSUD Pandeglang dan Labuan, BPK menemukan kelebihan anggaran sebesar Rp 1.478.200.665.
Total kerugian keuangan negara berdasarkan LHP BPK akibat kelebihan pembayara mencapai Rp 5,248 miliar. Namun, kasus ini tidak jelas penanganannya oleh Polda Banten pada tahun 2010 lalu.
Bukan hanya itu, pada tahun 2011, perusahaan milik Wawan yakni PT Buana Wardana Utama (BWU) dengan Dirut Yayah Rodiyah tersangkut kasus dugaan korupsi pengadaan alkes di RSUD Cilegon senilai Rp8,8 miliar yang disidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Cilegon.
Yayah bahkan pernah menjalani pemeriksaan sebagai saksi dalam perkara tersebut. Namun kasus ini kemudian disupervisi oleh KPK karena dianggap layak ditangani lembaga tersebut.
Namun, kasus tersebut kemudian juga tidak jelas penyelesaiannya. nett
Komentar
Posting Komentar