Diduga Kejati Banten Menerima Suap 300 Juta Dari Erwan Kartubi Dengan Di Terbitnya SP3
Pandeglang,Mediakota online.com
………….
Pinjaman daerah
Pemkab Pandeglang sebesar Rp.200 Milyar dari Bank Jabar Cabang Kabupaten
Pandeglang Banten, dimana pada proses dilakukannya pinjaman terdapat kasus suap
kepada 45 orang anggota DPRD Kabupaten Pandeglang dilakukan pada tahun 2006,
kiranya telah menuai timbulnya tanda tanya besar terkait penanganan yang
dilakukan oleh pihak Kejaksaan Tinggi Banten. Karena menurut keputusan yang
diambil oleh Pengadilan Negeri Kabupaten Pandeglang Banten dan juga Mahkamah
Agung-RI terhadap tiga terpidana kasus suap, dimana pada lembaran akhir dari keputusan
tersebut dijelaskan bahwa berkas perkara kasus suap, Dikembalikan kepada
Jaksa/Penuntut Umum untuk dipergunakan dalam perkara lain. Dimaksudkan
untuk perkara penggunaannya, tapi sayangnya oleh pihak Kejaksaan Tinggi Banten tidak
ditindak-lanjutkan dan tercermin akan disirnakan seiring berlalunya
waktu.
Seperti keputusan
yang diambil oleh Pengadilan Negeri Pandeglang terhadap Alm.Drs.Abdul Munaf mantan
Bendahara Umum Pemkab Pandeglang, dengan surat No.303/Pid/B/2008/PN.Pdg
tgl.8
April 2009 dan dari Mahkamah Agung atas nama Drs.HM.Acang,M.Ag mantan Ketua
DPRD Kabupaten Pandeglang dengan surat No.1679 K/Pid.Sus/2009 tgl.30
Maret 2010, serta dari Mahkamah Agung-RI terhadap H.A.Wadudi Nurhasan,S.Sos mantan
Wakil Ketua DPRD Kabupaten Pandeglang dengan surat No.196/Pan.Pid.Sus/4K/Pid.Sus/2010
tgl.27
Januari 2011.
Sedangkan tanda
tanya besar tersebut telah terjawab, pertama dengan adanya kabar yang mengatakan
bahwa Kajati Banten Dondi.K.Sudirman,SH dibangunkan rumah di Cianjur Jawa Barat
oleh terduga pelaku tindak pidana korupsi yaitu DR.H.Achmad Dimyati
Natakusumah,SH,MH,MSi menurut Wakajati Banten Drs.H.S.Kasim,SH,MH, hingga mengundang
tim dari Inspektorat Pengawasan Umum (Pagasum) Kejaksaan Agung-RI dibawah
pimpinan Himawan Kaskawa untuk turun melakukan pengusutan langsung ke Kejati
Banten. Membuat Kajati Banten Dondi.K.Sudirman,SH dicopot dari jabatannya dan
diturunkan pangkatnya dari IV-D menjadi IV-C, serta dimutasikan menjadi Staf
Ahli di Kejaksaan Agung-RI.
Tapi sayangnya
apa yang telah dilakukan oleh pihak Pagasum Kejaksaan Agung-RI tersebut,
kiranya tidak menimbulkan adanya efek jera, hal ini dibuktikan dengan tidak
ditindak lanjutkannya kasus pinjaman daerah Pemkab Pandeglang sebesar Rp.200
Milyar yaitu dari kasus suapnya ke kasus penggunaannya, dengan dalih
pihak Kejati Banten dikatakan menghadapi kendala karena barang bukti
seperti badan jalan dan juga bangunan gedung sekolahnya, sudah banyak yang
tertimpa atau tertimbun oleh rehab yang dananya bersumber dari dana lainnya.
Padahal menurut
Ketua Front Rakyat Bersatu Membangun Bangsa (FRBMB) John Bayanta, pihak
Kejaksaan Tinggi Banten yang dipercaya untuk menangani kasus dimaksud,
sebelumnya pada disetiap pertemuan dengan pihak pendamba tegaknya supremasi
hukum dan keadilan selalu mengatakan, setelah kasus suapnya usai ditangani, pihaknya
akan menindak lanjutkan kasusnya kepenggunaannya.
Maka dalih yang
disampaikan oleh pihak Kejati Banten yaitu mengatakan pihaknya menghadapi
kendala, itu hanya merupakan sebuah alasan yang dibuat-buat untuk menutupi
bahwa pihaknya sesungguhnya telah terkontaminasi virus korupsi yang ditularkan
oleh pelaku tindak pidana korupsi yang sesungguhnya, hingga membuat
mereka jadi lupa diri atas tugasnya selaku pemegang pedang keadilan dampak
telah terlena oleh nikmatnya berkolusi dengan para koruptor dimaksud.
Disamping
itu pihak Kejati Banten jika serius ingin menuntaskan kasus dugaan korupsi yang
menjadi PR-nya, bukankah pihaknya bisa melangkah kearah kasus penyelewengan dari
penggunaannya, jika dikatakan menhadap kendala. Seperti pada surat
usulan tentang penggunaannya yang ditujukan kepada Menteri Dalam Negeri-RI
Dirjen Bina Administrasi Keuangan Daerah No.903/142-BPKD/2006 tgl.2 Pebuari
2006 dengan dibubuhi nama dan tanda tangan Bupati Pandeglang HA.Dinyati
Natakusumah, prihal permohonan rekomendasi pinjaman daerah, dikatakan untuk
keperluan pendanaan pembangnan dan penataan air panas/Cisolong SPA, pengadaan
alat berat pendukung AMP, penataan pasar dan sub terminal Anten, masuk
dalam katagori kegiatan yang menghasilkan penerimaan dan juga berfungsi sebagai
fasilitas pelayanan umum.
Tapi
setelah oleh pihak Menteri Dalam Negeri-RI melalui Dirjen Bina Administrasi
Keuangan Daerah Daeng.M.Nasir disetujui, seperti apa yang tertuang pada surat
No.588/989/BAKD tgl.25 Setember 2006, pada tgl.29 September 2006 penggunaannya
malah “dialihkan” untuk DPUK Pandeglang sebesar Rp.153 Milyar
dan Pendidikan sebesar Rp.47 Milyar dengan rinciannya sebagai berikut;
1.Bidang
Bina Marga sebesar Rp.103.790.000.000,-
a.Peningkatan
prasarana jalan sepanjang 192,40 Km
sebesar
Rp.70.851.500.000,-
b.Peningkatan
prasarana jalan parawisata sepanjang 53,60 Km sebesar Rp.19.660.000.000,-
c.Peningkatan/rehab
jembatan sepanjang 200 M sebesar Rp. 6.166.500.000,-
d.Laboratorium
1 paket
sebesar Rp. 500.000.000,-
Jumlah Rp.97.178.000.000,-
2.Bidang
Cipta Karya sebesar Rp. 36.588.000.000,-
a.Peningkatan
jalan lingkungan Perkotaan (hotmix) sepanjang 33,609 Km sebesar
Rp.21.389.400.000,-
b.Peningkatan
jalan lingkungan Pedesaan sepanjang 29,030 Km sebesar Rp.
9.262.500.000,-
c.Peningkatan
jalan poros Desa sepanjang 16,600 Km sebesar Rp. 5.312.000.000,-
d.Biaya
umum,perencanaan,pengawas wilayah perkotaan dan pedesaan sebesar
Rp. 624.100.000,-
Jumlah
Rp.36.588.000.000,-
3.UPT
Workshop (pengadaan alat berat pendukung AMP) sebesar Rp. 12.622.000.000,-
Disdik
Pandeglang (untuk rehab sebanyak 178 SDN) sebesar Rp. 47.000.000.000,-
Kemudian
pada pencairan dari dananya juga ditemukan adanya tindak penyelewengan atau korupsi
dilakukan oleh pihak pemegang kebijakannya, seperti untuk DPUK Pandeglang
pencairannya dilakukan dengan cara dua tahap yaitu, untuk tahun 2006 sesuai
surat dari Bupati Pandeglang H.Achmad Dimyati Natakusumah,SH,MH,MSi dengan
No.912/1187-Dalbang/2006 tgl.13 Desember 2006 dijelaskan, untuk “tahap
pertama sebesar Rp.39.563.152.500,-“ (30%), dan sisanya sebesar
Rp.112.550.419.500,- (70%) dicairkan pada tahun 2007.
Tapi
berdasarkan hasil temuan dari pihak BPK-RI No.19a/LHP/XIV.3-XIV.3.3/06/2007
tgl.8 Juni 2007, hingga tgl.31 Desember 2006 dana untuk tahap pertama yang “dicairkan
hanya sebesar Rp.30.137.647.950,-“ atau “kurang terealisasikan sebesar
Rp.9.425.504.550,-“.
Kemudian
khusus untuk bidang “Bina Marga sebesar Rp.103.790.000.000,-“ sesuai dilayangkannya
surat yang ditujukan ke Pimpinan Bank Jabar-Banten Cabang Pandeglang dengan
No.973/355.A-BPKD/IX/2006 tgl.29 September 2006, tapi yang “dicairkan hanya sebesar
Rp.97.178.000.000,-“ seperti apa yang tertuang pada dokumen daftar
kegiatan peningkatan prasarana jalan dan jembatan pada bidang Bina Marga,
hingga ditemukan dana yang “kurang terealisasi sebesar
Rp.6.612.000.000,-“. Sebagai dampaknya maka dana keseluruhan yang
dicairkan untuk Dinas PUK Pandeglang jadi “hanya tinggal sebesar Rp.136.962.603.450,-“
atau “kurang
terealisasi sebesar Rp.16.037.396.550,-“.
Begitu
pula dengan yang diperuntukan buat “Dinas Pendidikan sebesar
Rp.47.000.000.000,-“ sesuai surat No.973/355.A-BPKD/IX/2006 tanggal 29
September 2006 ditujukan kepada Pimpinan Bank Jabar Cabang Pandeglang dengan
dibubuhi tanda tangan Alm.Drs.Abdul Munaf selaku Bendahara Umum Daerah Pemkab
Pandeglang, perihal Peruntukan Pinjaman Daerah, tapi yang “dicairkan hanya sebesar Rp.45.763.000.000,-“
atau “kurang
terealisasi sebesar Rp.1.237.000.000,-“.
Kasus Pinjaman Rp.200 M Akan Disirnakan?
Padahal
bila melihat kasus suapnya telah usai ditangani yaitu sejak tgl.27 Januari 2011
atau
4 tahun telah berlalu berdasarkan surat keputusan dari Mahkamah
Agung-RI terkait kasus H.A.Wadudi Nurhasan,S.Sos, maka mencuatlah dugaan bahwa
kasus pinjaman daerah dimaksud sengaja ingin disirnakan seiring berlalunya
waktu. Karena disamping mantan Kajati Banten Dondi.K.Sudirman,SH dibangunkan
rumah di Cianjur Jawa Barat, ditemukan lagi rumah dinas Kajari Pandeglang
direhab yang sumber dananya diambil dari dana Belanja Modal DPUK Pandeglang
TA.2009 sebesar Rp.134.325.000,-.
Dimana
menurut pihak BPK-RI, seperti apa yang tertera pada LHP-BPK-RI atas Kepatuhan
Terhadap Peraturan Perundang-Undangan dalam rangka Pemeriksaan Laporan Keuangan
Pemkab Pandeglang tahun 2009 No.36b/LHP/XVII/SRG/06/2010 tgl.15 Juni 2010
menjelaskan bahwa, hal tersebut membebani APBD Kabupaten Pandeglang dan berpotensi
memboroskan keuangan daerah. Disamping itu perbuatan tersebut juga
tidak sesuai dengan Permendagri No.13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah Pasal-122 poin (9). Setiap SKPD dilarang melakukan pengeluaran
atas beban anggaran daerah untuk tujuan lain dari yang telah ditetapkan dalam
APBD.
Disamping
itu Kajari Pandeglang juga dipinjam pakaikan satu unit mobil dinas milik Pemkab
Pandeglang pada tgl.13 Januari 2010 merek Daihatsu/F600 Xenia dengan No.Pol A 257 K
atas nama Yessi Esmiralda,SH,MH, padahal Yessi Esmiralda,SH,MH ditahun tersebut
sudah bukan lagi sebagai Kajari Pandeglang atau sejak tahun 2009.
Yang
lebih anehnya lagi surat pinjam pakainya pada halaman pertamanya ditulis pada
surat tersebut dibuat dengan No.973/013-Aset/PP/DPKPA/I/2010 tgl.13 Januari
2010, tapi pada dihalaman keduanya ditulis ditetapkan pada tgl.13 Januari
tahun 2008 tahun Yessi Esmiralda,SH,MH masih menjabat sebagai Kajari
Pandeglang.
Sedangkan
dampak dari apa yang dilakukan oleh para pemegang kebijakan yang ada di Pemkab
Pandeglang, kiranya membuat Kajari Pandeglang jadi memiliki dua unit mobil
dinas milik Pemkab Pandeglang yang dipinjam pakaikan, dimana sebelumnya Kajari
Pandeglang telah dipinjam pakaikan satu unit mobil dinas merek Nisan
Terano/Spirit S2 dengan No.Pol A 3 K dipinjam pakaikan ketika Kajari Pandeglang dijabat oleh Saidin,SH.
Hingga berdasarkan
hal tersebut kiranya telah mengundang adanya dugaan bahwa perbuatan konspirasi
tersebut dilakukan dikarenakan disaat pihak Kajari Pandeglang saat itu sedang
gencar-gencarnya melakukan pengusutan kasus pinjaman daerah sebesar Rp.200
Milyar, dimana didalamnya terdapat kasus suap kepada 45 orang anggota DPRD
Kabupaten Pandeglang.
Disamping
itu oleh warga masyarakat peduli hukum pendamba tegaknya supremasi hukum dan
keadilan, juga ketika itu sedang galak-galaknya melakukan aksi bagaikan tiada
hari tanpa aksi demo yang meminta agar pihak Kejaksaan mau terus melakukan
pengusut kasus pinjaman daerah dimaksud hingga tuntas dan menyeret para
pelakunya kebalik tirai besi.
Kemudian
mobil Daihatsu/F600 Xenia dengan No.Pol A 257 K dikembalikan lagi kepihak
Pemkab Pandeglang pada tgl.3 Januari 2013 dan juga berikut sebuah mobil merek
Toyota Kijang dengan No.Pol A 704 K pada tgl.29 Agustus 2013, setelah kasusnya
dipermasalahkan oleh John Bayanta dengan membuat surat laporan ditujukan kepada
Presiden-RI DR.H.Susilo Bambang Yudhoyono, dan mendapatkan tanggapan dan
ditindak lanjutkan dengan surat No.B-712/Kemsetneg/D-3/Ormas-LSM/SR.03/07/2013
tgl.10 Juli 2013 ditujukan kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Korupsi Kejaksaan
Agung-RI.
Untuk itu
John Bayanta yang juga memegang jabatan sebagai Ketua DPP Lembaga Gerakan Anti
Korupsi (LGAK) Bidang Investigasi Data Koruptor yang berkantor dikawasan
MH.Thamrin Jakarta Pusat, menyampaikan permasalahannya kepihak KPK dan diterima
oleh Imam Turmudhi, juga kepihak Kejaksaan Agung-RI diterima oleh Ferry,P.H
dibagian Umum dan juga H.Mukri,SH,MH digedung Pidsus Kejaksaan Agung-RI,
dilakukan pada tgl.7 Januari 2015 dengan didampingi oleh Ketua Laskas Anti
Korupsi Indonesia (LAKI) Provensi Banten Totong Sudjafri.
Tindakan
yang diambil oleh John Bayanta sejalan dengan rencana dari pemerintahan baru
yang dipimpin oleh Ir.Joko Widodo yang berkeinginan menciptakan adanya suatu
pemerintahan yang bersih dan berwibawa serta bebas dari korupsi. Oleh
karenannya kasus pinjaman daerah Pemkab Pandeglang sebesar Rp.200 Milyar dimintanya
agar dapat diambil-alih dalam penanganannya oleh pihak KPK, karena bila melihat
keberadaan dari UU-RI No.30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi
Pasal-9 berbunyi; Pengambilan-alihan penyidikan dan penuntutan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal-8, dilakukan oleh KPK dengan alasan;
a.
Laporan masyarakat mengenai tindak pidana korupsi tidak ditindak-lanjutkan;
b. Proses
penanganan tindal pidana korupsi secara berlarut-larut atau tertunda-tunda
tanpa alasan
yang dapat dipertanggung-jawabkan;
c. Penanganan
tindak pidana korupsi ditujukan untuk melindungi pelaku tindak pidana korupsi
yang sesungguhnya;
d. Penanganan
tindak pidana korupsi mengandung unsur korupsi;
e. Hambatan
penanganan tindak pidana korupsi karena campur tangan dari eksekutuf,
yudikatif,
atau legislatif; atau
f. Keadaan lain yang menurut pertimbangan
Kepolisian atau Kejaksaan, penanganan tindak pidana
korupsi sulit dilaksanakan secara baik dan
dapat dipertanggung-jawabkan.
Dimana
dari alasan-alasan yang tertera yaitu dari huruf-a s/d huruf-f, terdapat
huruf-b s/d huruf-f terbukti terjadi, sehingga sudah sewajarnya jika
kasusnya segera diambil-alih oleh pihak KPK agar dapat dituntaskan, demi terciptanya
suatu pemerintahan yang bersih dan berwibawa serta bebas dari korupsi.
BPK-RI Beri Penghargaan Juara Disclaemer
Kepada Pandeglang
Sedangkan
dilakukannya pinjaman daerah sebesar Rp.200 Milyar dari Bank Jabar dilakukan
pada tahun 2006, kiranya telah berdampak oleh pihak BPK-RI, Kabupaten
Pandeglang diberi penghargaan berupa juara diclaemer dua tahun berturut-turut
yaitu pada tahun 2009 - 2010, karena dana APBD yang ada yaitu dari
tahun 2006 s/d tahun 2009 sebagiannya digunakan untuk membayar hutang dimaksud.
Celakanya permasalahan tersebut tidak sampai disitu, tapi berkelanjutan hingga
oleh pihak BPK-RI, Kabupaten Pandeglang kembali diberi penghargaan lagi tapi berupa juara
WDP tiga tahun berturut-turut yaitu pada tahun 2011 s/d tahun 2013.
Sementara
mamfaat dari dilakukannya pinjaman daerah dimaksud, sesungguhnya lebih tepatnya
hanya untuk mendatangkan keuntungan bagi pihak-pihak tertentu seperti dari
kalangan anggota DPRD Kabupaten Pandeglang dan pihak yang dipercaya untuk
menyalurkan dana tersebut, seperti dari pihak DPUK dan Dinas Pendidikan
Kabupaten Pandeglang, juga oknum petugas penegak hukum pemegang pedang keadilan
yang miskin akhlak hingga hukum dan peradilan dijadikan tempat ajang bisnis
perkara.
Seperti
pada diterbitkannya SP3 terkait Drs.H.Erwan Kurtubi,MM, dari statusnya sebagai
tersangka tindak pidana korupsi sesuai surat dari Presiden-RI
No.R-11/Pres/03/2009 tgl.6 Maret 2009, dimana diterbitkannya SP3 tersebut dikabarkan
melalui ditebus dengan mengeluarkan biaya sebesar Rp.300 Juta kepihak Kejati
Banten.
Sedangkan
terkait masalah penghargaan yang diberikan pihak BPK-RI kepada Pemkab
Pandeglang yaitu sebagai juara disclaimer dua tahun berturut-turut yaitu pada tahun 2009
- 2010 dan WDP tiga tahun berturut-turu
yaitu pada tahun 2011 s/d tahun 2013, hal tersebut dikarenakan diantaranya
oleh para pemegang kebijakan dan kekuasaannya yang ada di Pemkab Pandeglang pada
pelaksanaan jalannya roda pemerintahan tercermin, adanya ketidak patuhan pada Peraturan
Perundangan-Undangan yang berlaku.
Contoh
pada kasus
penghapusan pajak Hotel dan restouran pada wajib pajak TLBV Hotel & Resort
sebesar Rp.338.645.000,- tahun 2007, dilakukan oleh Bupati
Pandeglang Drs.H.Erwan Kurtubi,MM dengan surat No.973/Kep.455-Huk/2013
tgl.31 Desember 2013 dengan didasari oleh adanya usulan dilakukannya
proses penghapusan piutang pajak Hotel dan restouran pada Wajib Pajak TLBV
Hotel & Resort dari Kepala DPKPA Drs.Ramadani,MSi dengan
surat
No.970/649-DPKPA/XII/2013 tgl.16 Desember 2013 atau disaat pihak Pemkab
Pandeglang sedang mengalami kesulitan untuk meningkatkan PAD hingga terjadi
defisit.
Maka oleh
pihak BPK-RI tindakan yang dilakukan Bupati Pandeglang tersebut dikatakan
sebagai perbuatan adanya ketidak patuhannya pada Peraturan Perundangan-Undangan
yang mengatur tentang Pengelolaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Seperti
apa yang tercantum pada Perda No.1 tahun 2011 tentang Pajak Daerah Pasal-91
Ayat (1) s/d (5), serta Undang-Undang No.18 tahun 1997 jo Undang-Undang No.34 tahun
2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, juga Undang-Undang No.28 tahun
2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Disamping
itu pada pengangkatan seorang pejabat seperti PLT untuk eselon-II, diambil dari
pejabat yang ada dieselon-III dilakukan pada tgl.9 September 2011 dengan
menerbitkan surat No.821.2/1015-BPK/2011, dimana menurut Badan Kepegawaian
Negara tentang Tata Cara Pengankatan PNS Sebagai Pelaksana Tugas
No.K.26-20/V.24-25/99 tgl.10 Desember 2001, pada huruf-e dijelaskan, PNS atau
pejabat yang menduduki jabatan struktural hanya dapat diangkat sebagai Pelaksana Tugas
dalam jabatan struktural yang eselonnya sama atau setingkat lebih tinggi
dilingkungan kerjanya. (Red)
Komentar
Posting Komentar