MOTOR BODONG DIKATAKAN HARAM, MOTOR ISI HASIL KORUPSI HALALKAH
Pandeglang Mediakota Online.com
Motor Bodong |
Spanduk yang
dikeluarkan oleh pihak Kepolisian Kabupaten Pandeglang bertuliskan “Motor Bodong Haram”, kiranya telah
mengundang adanya tanggapan dari Ketua Front Rakyat Bersatu Membangun Bangsa
(FRBMB) John Bayanta, pasalnya jika berbicara terkait dengan motor bodong yang
pada umumnya dimiliki oleh warga masyarakat kelas bawah alias penghasilnya
dibawah UMR dikatakan haram, lalu bagaimana dengan motor isi, tapi dibeli dengan
menggunakan uang dari hasil korupsi atau gratifikasi, apakah itu bisa dikatakan
halal?
Motor Hasil Korupsi |
Masyarakat
kelas bawah sesungguhnya sadar bahwa memakai kendaraan sepeda motor yang
dikatakan bodong salah, tapi apa daya untuk membeli yang isi mereka tidak
memiliki kemampu sementara kebutuhan akan alat transportasi agar tidak jalan
kaki, kiranya membuat masyarakat memaksakan diri untuk membeli motor bodong
yang murah meriah bahkan ada yang hingga harus menjual sawah atau kebon
miliknya. Sedangkan bila harus membeli motor isi harganya belasan juta,
sementara motor bodong paling mahal lima jutaan.
Berdasarkan hal
tersebut apakah tidak tertutup kemungkinan masyarakat pada akhirnya akan
berusaha untuk ikut-ikutan berkorupsi, karena uang dari hasil korupsi bisa mereka
gunakan untuk membeli kendaraan yang dikatagorikan halal, bukan bodong yang dikatakan haram.
“Sedangkan
berbicara mengenai haram dan halal, bagaimana dengan uang boleh hasil pungli
dilakukan oleh oknum petugas penegak hukum dari hampir setiap kendaraan truk pengangkut
barang yang liwat didepan kantor mereka, seperti apa yang ditemukan dilakukan
oleh oknum anggota Polsek Kecamatan Munjul, apakah itu bisa dikatakan juga halal?”
Jelas John Bayanta.
“Jadi jangan
mentang-mentang mereka penegak hukum, lalu bisa berbuat semaunya saja seperti
yang haram bisa dikatakan jadi halal karena yang melakukannya mereka para oknum
penegak hukum, sementara Wong Cilik yang tidak punya kekuasaan dan banyak uang pula,
maka yang haram tetap haram. Begitu pula jika berbuat seperti menabrak hukum
urusannya langsung saja dengan penjara. Tapi bagaimana dengan jika oknum petugas penegak hukum yang diketahui nabrak
hukum, urusannya paling-paling dimutasikan”.
“Begitu pula
dengan pihak yang memiliki banyak uang, urusan nabrak hukumnya dapat
dikesampingkan mencerminkan bahwa, dinegara kita yang berkuasa sesungguhnya adalah
uang seperti apoa yang selalu dikatakan oleh warga masyarakat dari suku
Tapanuli atau yang disebut Batak yaitu; Ise yang mangatur Negara on, hepeng.
Artinya siapa yang mengatur Negara ini, uang atau dengan kata lainnya semua
urusan bisa beres jika kita banyak uang. Inikah yang disebut Negara hukum itu?”
“Jika pada faktanya sudah demikian, lalu
bagaimana pula dengan keberadaan UUD’45 BAB XA tentang Hak Azazi Manusia Pasal
28D ayat (1) menjelaskan bahwa, setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan “kepastian hukum yang adil” serta “perlakuan yang sama dihadapan hukum”.
Tambah John Bayanta yang juga memegang jabatan sebagai Ketua DPP Lembaga
Gerakan Anti Korupsi (LGAK) Bidang Investigasi Data Koruptor dengan nada kecewa
atas penegak hukum yang ada dan diberlakukan dibumi persada tercinta ini.
Dimana
selama ini dalam pelaksanaan hukum yang diberlakukan oleh mereka para oknum
penegak hukumnya, pada umumnya selalu menggunakan pisau yang matanya hanya
tajam dibagian bawahnya, tidak menggunakan pedang sesuai lambang dari penegak
hukum dimaksud yaitu tajamnya pada didua sisinya, yang mencerminkan siapa pun
yang menabrak hukum dapat
ditebas tidak
terkecuali pelakunya itu dari oknum petugas penegak hukum.
Untuk itu John
Bayanta meminta agar kepada pihak pembuat kebijakan, sebaiknya buatlah
kebijakan dengan tidak mengatasi satu masalah dengan menimbulkan adanya masalah
baru. Karena jika dampak dari kebijakan yang dibuat kira dapat mengundang atau
mendorong masyarakat kelas bawah juga terpaksa jadi harus ikut-ikutan untuk
berkorupsi dengan dalih disamping hanya kecil-kecilan atau hanya sekedar agar
dapur bisa tetap ngebul, juga agar uang hasil dari korupsi dimaksud bila
membeli kendaraan bisa dikatakan halal.
lalu
bagaimana jadinya bangsa dan Negara ini, yang jelas kehancuranlah yang akan
didapat karena tindak pidana korupsinya telah begitu merajalela hingga virusnya
juga telah merasuki alam pedesaan membuat banyak kalangan jadi ikut-ikutan
untuk berkorupsi. Dampak adanya kebijakan-kebijakan yang keliru, serta
perbuatan yang bertentangan dengan Peraturan Perundang-Undangan yang selalu
dicontohkan oleh pihak yang memiliki kekuasaan dan merasa hukum miliknya.(Oji).
Komentar
Posting Komentar