SUBSIDI TERLAMBAT MEMBUAT BBM LANGKA
Jakarta mediakota online.com
Masa deadline pembatasan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang digadang-gadangkan pemerintah tinggal sekitar tiga bulan lagi. Rencananya, April 2012, telah diberlakukan pembatasan pemakaian BBM bersubsidi tersebut.
Rencana pemerintah yang katanya sudah matang itu adalah melarang kendaraan pribadi menggunakan premium bersubsidi. Itu artinya, seluruh kendaraan pribadi harus menggunakan BBM non subsidi, seperti pertamax dan pertamax plus.
Terkait ini, pemerintah dinilai terlalu takut yang pada akhirnya ribet sendiri dalam membahas BBM subsidi dimaksud. Malah, kalangan pengamat mengusulkan agar pemerintah menempuh langkah lain, yakni dengan menaikkan harga BBM bersubsidi Rp1.000/liter. Ini akan lebih baik daripada membatasi pemakaiannya.
Ekonom Drajad Wibowo mengatakan dilema pembatasan BBM vs kenaikan harga BBM itu terjadi karena para menteri mendekati masalahnya secara parsial. Menkeu berkutat pada nilai APBN-nya saja, Menteri ESDM pada teknisnya saja dan Mendagri malah tidak tahu apa peranannya. Padahal data penduduk yang berhak atas subsidi BBM harusnya ada pada Kemendagri.
Karena menyangkut hajat hidup rakyat banyak, Drajad berpendapat harusnya kebijakan BBM tersebut didekati dari semua penjuru dan secara komprehensif. Selama ini, pemerintah terlalu ribet dalam mengambil kebijakan tersebut.
Agaknya usulan atau saran pengamat itu masuk akal dan jauh lebih sederhana bagi semua pihak ketimbang pembatasan-pembatasan BBM. Bayangkan, jika kendaraan umum misalnya mengganti BBM premium dengan gas, maka harus dilengkati pula dengan converter kit. Sebagian kalangan menyebutkan harga converter kit itu sekitar Rp15 juta satu unit. Ini kan pengeluaran lagi bagi masyarakat.
Selain itu, melarang kendaraan pribadi memakai BBM bersubsidi oleh sebagian kalangan dikatakan sebagai tindakan diskriminasi. Bukankah seluruh warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama di dalam negara ini.
Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PKS Mardani Ali Sera berpendapat, menaikkan harga BBM lebih simpel daripada pembatasan yang berujung kepada konversi BBG. Belum lagi dalam konversi tersebut masyarakat harus membeli converter kit yang harganya cukup mahal.
Konsekuensi dari naiknya harga BBM bersubsidi alias premium adalah mendorong inflasi. Namun, diperkirakan kenaikan inflasi masih bisa diantisipasi.
Justru itu, rencana kebijakan pemerintah membatasi konsumsi BBM dinilai berpotensi memunculkan gejolak sosial terutama di daerah. Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, berpendapat pembatasan penggunaan BBM bersubsidi justru akan berdampak pada menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat.
Kebijakan pemerintah itu hanya menyulitkan masyarakat karena tidak siapnya infrastruktur.
Pendapat ini tidak bisa dibantah. Di luar Jakarta atau Jawa dan Bali, agaknya semua provinsi di Tanah Air belum memiliki banyak SPBU yang menjual pertamax atau pertamax plus misalnya. Apalagi Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas, untuk Sumatra Barat belum ada sama sekali.
Jika kendaraan pribadi tidak dibolehkan menggunakan premium, ketika berada di daerah-daerah kabupaten atau pedesaan, mau membeli di mana? Ini perlu dipikirkan juga oleh pemerintah. Jangan hanya bersikeras untuk melakukan pembatasan saja, sementara sarana pendukung atau infastrukturnya tidak siap
Komentar
Posting Komentar