Kasus Pinjaman Rp.200 Milyar Diminta Digelar Kembali DEMI TEGAKNYA KEADILAN & SUPREMASI HUKUM
Pandeglang,
MK
Kasus
pinjaman daerah Pemkab Pandeglang sebesar Rp.200 Milyar yang ditangani oleh
pihak Kejaksaan Tinggi Banten, sejak diturunkannva perintah penanganan kasusnya
oleh Jaksa Agung Rl dengan surat No.B-568/F.2/Fd.1/ 4/2008 tgl 1 April 2008,
tapi hingga kini tidak ada kejelasannya dan tercermin bagaikan sengaja disirnakan
seiring berlalunya waktu. Membuat Kerja Front Rakyat Banten Selatan Bersatu
(FRBSB) John Bayanta dengan didasari demi tegaknya keadilan dan supremasi hukum
meminta kepada Jaksa Agung-RI Bapak Basrief Arief, SH untuk mau mengulurkan
tangan agar kasus pinjaman daerah tersebut dapat digelar kembali.
Karena
dalam penanganannya yang selama itu dilakukan hanya sebatas menindak yang melakukan, sementara yang menyuruh melakukan dan yang turut serta melakukannya tercermin
bagaikan dibiarkan saja bebas menghirup udara bebas, hingga keberadaan UUD’45
BAB XA Pasal 28D poin 1, terkait “kepastian
hukum yang adil” tidak dianggap, membuat bagi mereka yang melakukan dan
telah dihukum penjara jadi mempertanyakan “masih
adakah keadilan dimuka bumi ini”, seperti HA.Wadudi Nurhasan,S.Sos mantan
Wakil Kenia DPRD Kabupaten Pandeglang
yang dipenjara selama 2 tahun denda sebesar Rp.50 Juta dan Drs.HM.Acang,M.Ag
mantan Ketua DPRD Kabupaten Pandeglang selama 4,6 tahun denda sebesar Rp.200
Juta.
Disamping
ini John Bayanta juga mengungkap bahwa, pada disemua keputusan apakah yang dari
Pengadilan Negeri Kabupaten Pandeglang maupun Mahkamah Agung Rl, atas tiga
terpidana terkait kasus suap guna memperIancar dilakukannya pinjaman daerah
tersebut, tertera kalimat tetap terlampir
dalam berkas perkara untuk dijadikan
barang bukti dalam perkara lain;
Sayangnya
oleh pihak yang pada waktu itu menangani kasusnya yaitu Kejaksaan Tinggi
Banten, tercermin enggan untuk menindak Ianjutkan kasusnya. Padahal pada disetiap
pertemuan dengan pihak pendamba tegaknya supremasi hukum dan keadilan, oleh
pihak Kejaksaan Tinggi Banten dikatakan akan menindak-lanjutkan kasus pinjaman
daerah dimaksud setelah kasus suapnya usai ditangani.
Tapi
pada faktanya dan hingga kini, kasusnya tercermin bagaikan ada unsur sengaja
ingin disirnakan seiring berlalunya waktu dengan berbagai macam alasan yang
kemukakan seperti diantaranya, pihaknya dalam ingin menindak-lanjutkan kasusnya
terutama kepenggunaannya dikatakan menghadapi
kendala, karena barang buktinya berupa bangunan gedung sekolah maupun badan
jalan yang dibangun dari dana dimaksud, telah tertimbun/tertimpa oleh
pembangunan/rehab yang sumber dananya berasal dari sumber dana yang lainnya.
Menanggapi
alasan yang dikemukakan oleh pihak Kejaksaan Tinggi Banten dimaksud, oleh John Bayanta
juga rekan-rekan seperjuangannya yaitu dari kelompok pendamba tegaknya keadilan
dan supremasi hukum dikatakan, itu hanya
merupakan sebuah alasan yang mengada-ada, karena bukankah semua pihak yang
terkait dalam kasus dimaksud telah dimintai keterangannya atau di BAP termasuk
Bupati Pandeglang DR.H.Achmad Dimyati Natakusumah,SH,MH,MSi dan juga Wakil Bupati
Pandeglang Drs.H.Erwan Kurtubi,MM. Bahkan pihak Kejaksaan Tinggi Banten juga
telah pernah meminta bantuan kepihak PT.Krakatau Steel terkait kerangka baja
ringan, yang digunakan pada bangunan gedung sekolahnya yaitu sebanyak 178
gedung SDN penerima bantuan dan LA Bank Jabar Banten Cabang Kabupaten
Pandeglang.
Lalu
bagaimana dengan perbuatan korupsi yang telah ditetapkan sebagai “musuh besarnya bangsa dan Negara”,
jika kenyataannya pada dilakukannya pinjaman daerah Pemkab Pandeglang sebesar Rp.200 Milyar tersebut ditemui
adanya unsur korupsi. pertama pada pencairan dana dari pinjaman daerah tersebut seperti yang diperuntukan
buat Dinas PUK Pandeglang sebesar Rp.153 Milyar dimana pencairannya dilakukan
dengan cara dua tahap yaitu, untuk tahun 2006 sesuai surat dari Bupati Pandeglang
H.Achmad Dimyati Natakusumah,SH,MH,MSi dengan No.912/1187-Dalbang/2006 tgl. 13 2006
dijelaskan, untuk tahap pertama
sebesar Rp.39.563.152.500,- (30%), dan sisanya sebesar Rp.112.550.419.500,-
(70%) dicairkan pada tahun 2007. Apakah akan disirnakan juga seiring berlalunya
waktu.
Sedangkan
khusus terkait pencairan untuk yang tahap pertamanya yaitu pada tahun 2006,
dimana hingga tgl.31 Desember 2006 sesuai hasil temuan dari pihak BPK-R1 No.19aILHP/XIV.3-
XIV.3.3/06/2007 tgl.8 Juni 2007 pada kenyataannya yang dicairkan hanya sebesar Rp.30.13 7.647.950,- atau kurang terealisasikan sebesar Ra.
9.425.504.550,-.
Apalagi
bila ditelusuni terus seperti yang terkait pada masalah pencairan khusus untuk
bidang Bina Marga sebesar Rp.103.
790.000.000,- sesuai dilayangkannya surat yang ditujukan ke Pimpinan Bank Jabar-Banten Cabang Pandeglang dengan No.973/355.A-BPKD/IX/2006
tgl.29 September 2006, tapi yang dicairkan hanya sebesar Rp. 97.178.000.000,-
seperti apa yang tertuang pada dokumen daftar kegiatan peningkatan prasarana jalan dan jembatan pada bidang Bina
Manga, hingga dana yang dipergunakan
jadi berkurang atau kurang terealisasi
sebesar Rp.6. 612.000.000,-.
Sebagai
dampaknya maka dana keseluruhan yang dicairkan untuk Dinas PUK Pandeglang jadi hanya tinggal sebesar Rp.136.962.603.450,- atau kurang terealisasi sebesar
Rp.16.037.396.550,-. Begitu pula dengan yang diperuntukan buat Dinas Pendidikan sebesar
Rp.47.000.000.000- sesuai surat No.973/355.A-BPKD/DC12006 tanggal 29
September 2006 ditujukan kepada Pimpinan Bank Jabar Cabang Pandeglang dengan
dibubuhi tanda tangan AIm.Drs.Abdul Munaf selaku Bendahara Umum Daerah Pemkab
Pandeglang, perihal Peruntukan Pinjaman
Daerah tapi yang dicairkan
hanva
sebesar
Rp.45.763.000.000,- atau kurang terealisasi sebesar Rp.1.237.000.000,-.
Kemudian
dari dana yang khusus untuk Dinas PUK pada tahun 2006 kiranya telah membuat diterbitkannya
SPM terkait pekerjaan peningkatan Prasarana Jalan (Kode Kegiatan: 03.07.02.16)
nilai kontrak sebesar Rp.2.992.743.000,- juga pekerjaan Penyediaan dan Pengelolaan
Air Bersih Pedesaan (Kode Kegiatan: 05.03.02.10) nilal kontrak sebesar
Rp.1.322.809.000,-, dimana pada April 2007 baru dicairkan tapi tidak untuk SPM
yang belum dicairkan tersebut, hingga teiadi nilai luncuran proyeknya terdapat kelebihan untuk kegiatan
peningkatan Prasarana Jalan sebesar Rp.324.663.500,- dan untuk kegiatan Penyediaan dan
Pengelolaan Air Bersih Pedesaan sebesar Rp.265.533. 750,-.
Ini
baru sebatas pada proses pencairannya saja sudah ditemui adanya kasus tambah
John Bayanta, belum lagi bila diselusuni terus seperti pada pengambilan dananya
melalui pemindah-bukuan dana fasilitas kredit pertama pada tgl.22 Desember 2006
oleh H.A.Dimyati Natakusumah,SH,MH Bupati Pandeglang sebesar Rp.35.
113.982.600,- yang peruntukannya tidak jelas, karena pada dokumen pengambilannya
tidak dilampiri keterangannya.
Kedua
oleh Drs.H.Erwan Kurtubi,MM Wakil Bupati Pandeglang pada tgl.26 Desember 2006
sebesar Rp.1,7 Milyar untuk keperluan biaya Provisi Sebesar Rp.1,5 Milyar dan
biaya Notaris sebesar Rp.200 Juta, dimana pada peruntukannya temyata tidak
dianggarkan dalam APBD TA.2006 hingga oleh pihak BPK-R1 dianggap bahwa, hal
tersebut tidak sesuai dengan PP No.58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah Pasal.54 ayat (1) yang menyatakan bahwa, SK.PD dilarang melakukan pengeluaran
atas beban anggaran belanja daerah untuk tujuan yang tidak tersedia
anggarannya, dan/atau yang tidak cukup
tersedia anggarannya dalam APBD. Ketiga juga oleh Drs.H.Erwan Kurtubi,MM
pada tgl.29 Desember 2006 sebesar Rp.163.186.017.400,- dimana yang
peruntukannya juga tidak jelas karena tidak dilampiri keterangan tentang
penggunaan dana tersebut dicairkan.
Penggunaannya
Jadi Raib Sebesar Rp.17.274.396.550,-
Sebagai
dampak adanya tindak penyelewengan atau korupsi seperti apa yang telah
diungkapkan diatas, maka pada penggunaan dari pinjaman daerah sebesar Rp.200
Milyar khusus yang digunakan pada
Dinas
Pendidikan Kabupaten Pandeglang jadi sebesar
Rp.45. 763.000.000,- atau kurang
terealisasi sebesar Rp.1.237.000.000,- dan Dinas PUK Pandeglang Rp. 136.962.603.450,- atau kurang terealisasi
sebesar Rp.16.037.396.550,-.
“Oleh
karenanya jika sampai kasus pinjaman daerah Pemkab Pandeglang sebesar Rp.200
Milyar, dimana didalamnya terdapat tindak penyelewengan atau korupsi, tidak
kembali digelar karena adanya keengganan dari pihak penegak hukum yaitu
Kejaksaan Tinggi Banten, atau Kejaksaan Agung tempat pertama kali menerima
laporan pengaduan yang disampaikan oleh saya yaitu pada tgl.27 Nopember 2007, serta
KPK pada tgl.26 Nopember 2007. lalu apa artinya pada disetiap tahunnya yaitu
tgl.9 Desember diperingati sebagai han Pemberarnasan Korupsi, jika pada
faktanya ada dugaan tindak pidana korupsi seperti apa yang diungkap diatas
dibiarkan sirna seiring berlalunya waktu”. Jelas John Bayanta dengan nada kesal
bercampur kecewa.
Apalagi
bila mengingat rakyat pernah diminta
untuk jihad melawan koruptor oleh Presiden-Rl DR.H.Susilo Bambang
Yudhoyono, tapi setelah rakyat mengabulinya dengan berbagai pengorbanan tenaga
dan pikiran, bahkan hingga fisik juga harus menderita digebuki dan ditusuk
dengan senjata tajam juga pernah ditabrak lari, tapi hasil jerih payahnya malah
disirnakan seiring berlalunya waktu. Seperti dengan alasan pihak Kejaksaan
Tinggi Banten dikatakan menghadapi kendala untuk melanjutkan kasus pinjaman
daerah dimaksud dan kasus suapnya ke penggunaannya, karena barang buktinva
berupa bangunan gedung sekolah maupun badan jalan yang dibangun dan dana
dimaksud, telah tertimbun/tertimpa oleh pembangunan/rehab yang sumber dananya
berasal dari sumber dana yang lainnya. Tambah John Bayanta.
Disamping
itu bagaimana pula dengan UU-RI No.31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak
pidana korupsi Pesai-2 ayat (1) jo Pasal-55 ayat (1) ke- 1 KUHP yang
unsur-unsurnya adalah sebagai berikut;
1. “Setiap
orang”
2. “Secara
melawan hukum”
3. “Melakukan perbuatan
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi”
4. “Yang dapat
merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara”
5. “Yang
melakukan, yang menyuruh melakukan atau turut serta melakukan”
Dimana
yang melakukannya telah dikenakan sanksi dihukum dipenjara seperti apa yang
dituangkan pada surat keputusan dan Pengadilan Negeri Pandeglang maupun Mahkamah
Agung-RI terhadap tiga terpidana terkait kasus suap, tapi bagaimana dengan “yang menyuruh melakukannya”
hingga kini bebas menghinip udara segar dibumi persada tercinta ini. Membuat
iahimya tanda tanya tentang “kepastian hukum yang adil” seperti apa yang
tertuang pada UUD’45 BAB XA Pasal 28D poin-1. Oleh karenanya jika pemerintah
khususnya dari pihak penegak hukum berharap supremasi hokum dapat ditegakan,
rasanya itu bisa dilakukan “hanya
didalam mimpi”.
Disamping
ita terkait dengan yang “turut serta
melakukan” hal ini dapat ditemukan pada keberadaan surat dari DPRD
Kabupaten Pandeglang tgl.22 Agustus 2006 tentang Risalah Rapat Paripurna DPRD Kabupaten
Pandeglang hingga terbitnya surat Persetujuan Pinjaman Daerah
No.172.4/02/12-Dp/2006 tgl.22 Agustus 2006. Dimana path surat keputusan dan
Mahkamah Agung No.1679 KIPID.SUS/2009 perkara kasasi pidana khusus terdakwa
Drs.HM.Acang,M.Ag halaman 72 dan 72 halaman diantaranya dijelaskan bahwa, namun
ternyata rapat Panitia Musyawarah
maupun rapat Paripurna sebagai mana
tercantum
didalam disposisi Ketua DPRD Kabupaten Pandeglang “tidak pernah dilakukan “.
Komentar
Posting Komentar