Pemperhati Korupsi Kab.Pandeglang yang radikal



Memang tidak ada salahnya jika Kabupaten Pandeglang Banten, kini tercatat sebagai daerah pemecah rekor pemboyong penilaian disclaimer 2 tahun berturut-turut yaitu pada APBD TA 2009 dan TA 2010 dari BPK-RI. Bahkan rekot yang diperolehnya untuk tingkat nasional, bukan sewilayah Propensi Banten. Penilaian itu memang sudah tepat dan pantes diterima oleh Kabupaten yang selama ini menggunakan sistem pemerintahan oligarci dan seringnya mutasi dijadikan sebagai senjata pemungkas pemegang kebijakan dan kekuasaan, agar 13.869 PNS yang ada dilingkungan Pemkab Pandeglang selalu panut dan loyal kepada atasannya. Sehingga dalam mereka melaksanakan tugas sebagai penggerak jalannya roda pemerintah di Pemkab Pandeglang, mereka harus berpegang pada 2 hal tersebut jika ingin selamat dan bertahan diposisi jabatan yang dikatakan basah..
 
Jhon Bayanta
Permasalah itu pulalah yang  kiranya membuat kinerja bukanlah menjadi jaminan utama seorang PNS bisa mendapatkan jabatan, apalagi jabatan yang dikatakan ditempat yang basah. Jika PNS dimaksud tidak memiliki ketrampilan khusus yaitu pinter menjilat, sehingga ukuran panjangnya lidahlah sesungguhnya yang jadi jaminan utama di pemerintahan yang menggunakan sistem pemerintahan oligarci.

Inilah keunikan dari kota yang berlambangkan Badak Bercula Satu, binatang yang dikenal memiliki kulit yang tebal sehingga tidak sembarang senjata dapat menembus kulitnya. Oleh karenanya tidaklah mengherankan jika warga masyarakatnya, dikabarkan banyak yang diketahui memiliki kekebalan terhadap senjata tajam maupun api, bahkan ada pula yang memiliki kekebalan terhadap hukum dengan pedang keadilannya.

Sehingga jika terbetik kabar ada warga masyarakat Kabupaten Pandeglang Banten yang kebal terhadap senjata tajam dan api, itu sudah dianggap merupakan hal yang biasa karena kebolehan tersebut sudah sering ditampilkan pada acara kesenian debus. Tapi jika kebal terhadap hukum dengan pedang keadilannya, itu barulah dianggap merupakan hal yang luar biasa.

Membuat banyak kasus penyelewengan atau korupsi yang ditemui dan telah ditindak-lanjutkan keproses hukum, tapi sayangnya  kasus dimaksud tidak berlanjut hingga ke Pengadilan. Seperti kasus 20 koperasi penerima dana KUT diatas Rp.2 Milyar, cukup diproses dengan dimintai keterangannya saja, setelah itu raib bagaikan ditelan berlalunya waktu. Begitu pula yang terjadi pada kasus Paving Block, dimana 35 Camat dipanggil untuk dimintai keterangannya, setelah itu kasusnya raib, setelah Ketua Paguyuban Camat Kabupaten Pandeglang menyetorkan sejumlah uang kepihak penegah hukum pemegang pedang keadilan.

Permasalahan yang tersebut diatas juga terjadi pada beberapa kasus lainnya diantaranya kasus Raskin yang melibatkan Camat Picung yang pada waktu itu dijabat oleh Drs.H.Agus Randil, yang kini masih berstatus sebagai pejabat di Propensi Banten yang tersandung kasus tanah, sehingga kini harus menjadi penghuni dibalik terai besi sebagai tahanan pihak Kejaksaan Agung. Dimana oleh Drs.Agus Randil pada waktu itu menyetorkan uang sebesar Rp.10 Juta kepihak penegak hukum pemegang pedang keadilan, yang mana uang tersebut didapat dari 8 Kepala Desa perorangnya sebesar Rp.1 Juta dan dari Camat sebesar Rp.2 Juta. 

Penanganan Kasusnya Berlarut-larut
Jika pun ada yang berlanjut kesidang di Pengadilan Negeri, seperti kasus suap kepada 45 orang anggota DPRD Kabupaten Pandeglang untuk memperlancar jalannya proses, Pemkab Pandeglang mendapatkan pinjaman daerah dari Bank Jabar-Banten Cabang Pandeglang sebesar Rp.200 Milyar, harus melalui proses yang berlarut-larut atau sangat alot. Dimana kasusnya yang melibatkan orang nomor satu dikota berlambangkan Badak Bercula Satu, pada akhirnya oleh MA dikabarkan dinyatakan NO.

Begitu pula dengan kasus penggunaannya, walaupun semua pihak yang terlibat didalamnya telah dimintai keterangan atau di BAP, yaitu dari mulai panitia lelang sampai ke pejabat terasnya, tapi tetap saja harus bernasib sama yaitu penangannya berlarut-larut atau sangat alot untuk berkas kasusnya mencapai Pengadilan. Inilah keunikan dari kota berlambangkan Badak Bercula Satu, yang kini tercatat sebagai pemecah rekor pemboyong penilaian disclaimer 2 tahun berturut-turut dari BPK-RI. Bahkan rekor yang diperoleh untuk tingkat nasional, bukan sewilayah Propensi Banten. 

Dampak Lemahnya Sistem Pengendalian Intern
Menyinggung masalah disclaimer, itu dapat terjadi dampak adanya kelemahan dalam sistem pengendalian Intern dan ketidak patuhan terhadap ketentuan Perundang-undangan yang berlaku. Dimana permasalahan mendasar yang terlihat dari implementasi tata pemerintahan diwilayah Kabupaten Pandeglang Banten adalah belum optimalnya proses komunikasi, koordinasi dan interaksi dilingkungan Pemkab Pandeglang. Begitu pula dengan etos kerja dan disiplin sebagian besar aparatur pemerintahnya yang masih kurang dan masih rendahnya penegakan hukum, serta pemahaman kesadaran aparatur pemerintah terhadap hukum.

Oleh karenanya usaha pengendalian intern dan penerapan tindakan disiplin yang tepat atas penyimpangan aturan/etika, harus dilakukan dengan efektif dan konsisten. Bukan hanya dengan teguran-teguran tertulis yang sering dilakukan pimpinan instansi yang tidak menimbulkan adanya efek jera, seperti apa yang juga sering dilakukan oleh pihak BPK-RI. Ini dapat dilihat pada penyimpangan atau pelanggaran terhadap aturan/etika masih saja terus terulang dilakukan oleh pejabat maupun pegawai, membuat dana APBD pada disetiap tahunnya dikabarkan ditemui diselewengkan milyaran rupiah.

Sedangkan terjadinya kelemahan dalam sistem pengendalian dimaksud tercermin dari ungkapan pada LHP BPK-RI atas sistem pengendalian intern dalam rangka pemeriksaan laporan keuangan Pemkab Pandeglang TA 2009 No.36a/LHP/XVIII/SRG/06/2010 tanggal 15 Juni 2010, dan pada Iktisar hasil pemeriksaan Semester-I Tahun 2010 pihak BPK-RI yang menyatakan bahwa, dari total 15 kasus, terdapat 10 kasus kelemahan pada sistem pengendalian Akuntansi dan pelaporan, 4 kasus pada sistem pengendalian pelaksanaan APBD, 1 kasus pada struktur pengendalian intern.

Berdasarkan pemeriksaan terhadap pelaksanaan fungsi-fungsi BUD, kuasa BUD, pengguna anggaran, pejabat penata-usahaan keuangan, bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran SKPD diketahui masih terdapat beberapa hal yang belum dilaksanakan secara optimal.

Seperti pada fungsi BUD dan kuasa BUD, tidak memberikan petunjuk teknis pelaksanaan sistem penerimaan dan pengeluaran kas daerah serta tidak melaksanakan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan daerah secara memadai dan tepat waktu. BUD juga belum melaksanakan kebijakan dan pedoman pengelolaan serta penghapusan barang milik daerah. BUD/Kuasa BUD belum melaksanakan penyimpanan seluruh bukti asli kepemilikan kekayaan daerah.

Kemudian pada fungsi pengguna anggaran dan PPK-SKPD, oleh pengguna anggaran hanya dilakukan terhadap bendahara pengeluaran, sedangkan pemeriksaan kas terhadap bendahara penerimaan tidak dilakukan. Penutupan kas di bendahara pengeluaran pada akhir tahun dilakukan hanya dengan mencocokan BKU per-31 Desember, dengan SPJ dan fisik kas di bendahara pengeluaran tanpa memperhitungkan saldo rekening koran SKPD. Pengguna anggaran tidak menyusun dan menyampaikan laporan keuangan SKPD yang dipimpinnya secara periodik.

Pada SKPD telah ditunjuk Pejabat Penata-usahaan Keuangan (PPK), akan tetapi tugas dan fungsinya dilaksanakan oleh bendahara pengeluaran diantaranya menyiapkan SPM, meneliti kelengkapan SPP-LS, SPP-UP,SPP-GU, SPP-TU dan SPP-LS Gaji, juga melakukan verifikasi harian atas penerimaan seperti melaksanakan akuntansi SKPD dan membuat SPJ akhir tahun.

Untuk fungsi bendahara penerimaan pada SKPD belum menata-usahakan penerimaam secara memadai diantaranya tidak membuat buku pembantu perincian objek penerimaan dan buku rekapitulasi penerimaan harian. Bendahara penerimaan belum mempertanggung-jawabkan secara administratif atas pengelolaan uang yang menjadi tanggung-jawannya dengan menyampaikan  laporan pertanggung-jawaban penerimaan kepada pengguna anggaran melalui PPK SKPD paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.

Bendahara penerimaan SKPD belum mempertanggung-jawabkan secara fungsional atas pengelolaan uang yang menjadi tanggung-jawabnya dengan menyampaikan laporan pertanggung-jawaban penerimaam kepada SKPD selaku PPKD dan BUD paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. Juga bendahara penerimaan belum menyetor penerimaannya ke kas daerah dalam jangka waktu 1 x 24 jam.

Kemudian pada fungsi bendahara pengeluaran SKPD, belum sepenuhnya membuat formulir-formulir penata-usahaan yang menjadi tanggung-jawabnya seperti buku bank, buku rekapitulasi pengeluaran perincian objek. Permasaalahan tersebut dinilai oleh BPK-RI, tidak sesuai dengan Permendagri No.13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

Belum Miliki Buku Induk Aset Tetap
Lemahnya sistem pengendalian intern disamping seperti apa yang diungkapkan diatas, kiranya juga terlihat pada penjelasan pihak BPK-RI yang menyatakan, Pemkab Pandeglang belum memiliki buku induk aset tetap yang berisi saldo awal, mutasi, saldo akhir dan informasi lain seperti uraian, klasifikasi aset tetap SKPD, lokasi, merk, tipe, tahun pengadaan dan harga perolehan aset tetap yang merupakan himpunan saldo aset tetap yang dimiliki seluruh satuan kerja dilingkungan Pemkab Pandeglang.

Adapun aset tetap yang disajikan dalam neraca adalah hasil inventarisasi aset tetap pada saat penyusunan neraca awal Pemkab Pandeglang ditambah dengan mutasi perolehan aset tetap setiap tahunnya sesuai realisasi belanja modal. Pencatatan aset tetap yang dimiliki Pemkab Pandeglang sampai akhir TA 2009 hanya berupa buku hasil kompilasi Kartu Inventarisasi Barang (KIB) yang disusun oleh bidang aset pada Dinas Pengelola Keuangan Pendapatan dan Aset Daerah (DPKPA) tanggal 31 Desember 2009. Dimana dalam buku kompilasi KIB tersebut dijelaskan hanya mencatumkan jenis aset tetap, tahun pengadaan, lokasi, nomor sertipikat dan harga.

Sedangkan pada beberapa aset tetap terdapat uraiannya tidak lengkap, baik itu kode barang, tahun pengadaan, lokasi, nomor sertipikat maupun harga perolehan, membuat sampai pada pemeriksaan berakhir, saldo aset tetap yang dicantumkan dalam buku kompilasi KIB tersebut sebesar Rp.175.835.092.350,-. Tapi pada neraca dicantumkan saldo aset tetap per-31 Desember 2009 sebesar Rp.1.117.543.044.959,- atau terdapat selisih sebesar Rp.945.689.827.632,- ( Rp.1.117.543.044.959,- - Rp.175.835.092.350,-).

Tanpa Menggunakan Data Dari DPKPA
Neraca Pemkab Pandeglang per-31 Desember 2009 (anaudited) mencatat nilai aset tetap sebesar Rp.1.117.543.044.959,- dimana nilai tersebut berasal dari saldo aset tetap TA 2008 ditambah mutasi dari TA 2009 hasil rekonsiliasi antara bidang akuntansi dan pengguna barang masing-masing SKPD yang dibantu oleh pihak Inspektorat sebagai mediator tanpa menggunakan data dari bidang aset DPKPA.
Disamping nilai aset tetap yang disajikan dalam neraca tidak dilakukan rekonsiliasi data dengan bidang aset DPKPA sebagai Lead Sector pengelolaan aset Pemkab Pandeglang, rekonsiliasi pencatatan atas aset tetap hanya dilakukan oleh bidang akuntansi dan masing-masing SKPD selaku pengguna barang untuk kepentingan penyusunan laporan keuangan. Sedangkan bidang aset DPKPA tidak ikut melakukan rekonsiliasi pencatatan aset tetap, sehingga data yang ada dibidang aset bersumber dari KIB masing-masing SKPD.
Masalahnya dikarenakan tidak semua SKPD menyampaikan laporan pengguna Semester/Tahunan (LBPS/LBPT) kepada pengelola barang daerah melalui bidang aset DPKPA. Penata-usahaan barang milik daerah pada SKPD Kabupaten Pandeglang tidak dilakukan dengan tertib yaitu, tidak lengkapnya Kartu Inventaris Barang (KIB)-A (Tanah), KIB-B (Peralatan dan Mesin), KIB-C (Gedung dan Bangunan), KIB-D (Jalan Irigasi dan Jaringan), KIB-E (Aset Tetap Lainnya), KIB-F (Kontruksi Dalam Pengerjaan) serta tidak tertibnya melakukan rekapitulasi dari KIB tersebut ke dalam Daftar Barang Pengguna (DBP).
Selain itu, aset belum diberi kode nomor barang dan banyak aset yang tidak disebutkan harga perolehan, kondisinya (baik, kurang baik, rusak). Disamping itu Pemkab Pandeglang belum menetapkan kebijakan pengelolaan barang milik daerah, penggunaan, pemamfaatan atau pemindah-tanganan tanah dan bangunan, serta kebijakan pengamanan barang milik daerah.
Sistem Dokumentasi Aset Tanah Tidak Tertib
Bila menyimak pada data aset tetap tanah yang dimiliki Pemkab Pandeglang, mencerminkan masih lemah dan tidak tertibnya sistem dokumentasi aset tanah milik Pemkab Pandeglang. Contoh menurut perhitungan terhadap dokumen KIB indeks-A (Tanah) dari bidang aset DPKPA diketahui aset tanah Kabupaten Pandeglang terdiri dari 1.198 bidang tanah dengan luas lebih kurang 42.536.887,04 M2. Dengan dokumen kepemilikan atas tanah tersebut berupa 10 Sertipikat kepemilikan tanah, 13 Akte dan Keterangan Jual Beli, 30 Akte dan Pernyataan Hibah/Wakaf dan selebihnya hanya berbentuk surat keterangan status tanah.
Dari jumlah 1.198 bidang tanah tersebut yang diketahui harga perolehannya hanya sebanyak 208 bidang tanah dengan luas lebih kurang 709.568,55 M2 dan nilainya sebesar Rp.26.178.158.101,-, sedangkan sisanya sebanyak 990 bidang tanah dengan luas lebih kurang 41.827.318,49 M2 belum diketahui harga perolehannya. Tapi menurut neraca per-31 Desember 2009, Pemkab Pandeglang mencatat nilai aset tetap tanah sebesar Rp.222.226.777.112,- tanpa menjelaskan berapa luas tanahnya.
Kemudian pada saldo aset tetap tanah per-31 Desember 2009 berasal dari saldo awal aset tetap tanah TA 2008 sebesar Rp.221.089.199.122,- ditambah dengan belanja modal tanah TA 2009 sebesar Rp.1.137.578.000,- pada dinas Pendidikan. Disamping itu terdapat pula aset tanah yang masih dalam status sengketa pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung yaitu, tanah wisata Karangsari Desa Sukarame Kecamatan Carita seluas lebih kurang 22.460 M2 dengan nilai harga perolehan sebesar Rp.5.250.000.000,-.
Harga Tanah Menurut Atau Luasnya Berkurang?
Pertanyaan ini mencuat disebabkan data yang disampaikan pihak Pemkab Pandeglang seperti pada saldo aset tetap tanah per-31 Desember 2009 dijelaskan, senilai Rp.222.226.777.112,- tanpa menjelaskan berapa luas tanahnya. Begitu pula pada neraca per-31 Desember 2002 yang nilai aset tetap tanahnya disebutkan sebesar Rp.260.579.720.000,- tanpa menjelaskan berapa luas tanahnya, ini juga terjadi pada neraca per-31 Desember 2003, dimana nilai aset tetap tanah disebutkan sebesar Rp.264.369.935.000,- juga tanpa menjelaskan berapa luas tanahnya.
Bila menyimak tentang nilai harga perolehan tanahnya tersebut, maka pertanyaan pun mencuat berapa sesungguhnya aset tanah yang dimiliki Pemkab Pandeglang, hingga tercerminlah bahwa harga tanah di Kabupaten Pandeglang mulai tahun 2003 menurun atau luas tanahnya yang jadi berkurang. Tapi jika menyimak pada data yang ada dibuku induk aset Pemkab Pandeglang TA 2003, dimana dijelaskan seperti pada inventaris tanah kantor/gedung SLTP-Negeri, SMK-Negeri, SMU-Negeri milik Pemkab Pandeglang diantaranya SLTP-Negeri-2 Desa Gunung Batu Munjul luas tanahnya 7.500 M2, Saldo TA 2002 dan TA 2003 senilai Rp.375.000.000,- serta riwayat perolehan tanah pembelian. Tapi menurut LHP BPK-RI atas kepatuhan terhadap Perundang-undangan No.05b/LHP/XVIII.SRG/05/2011 tgl.27 Mei 2011, luas tanahnya dijelaskan hanya 2.000 M2 dengan nilai perolehan sebesar Rp.20 Juta dan tahun perolehannya 2006.
Begitu pula yang terjadi pada SLTP-Negeri-1 Angsana menurut buku induk aset Pemkab Pandeglang TA 2003 dijelaskan luas tanahnya 16.780 M2, Saldo TA 2002 dan TA 2003 senilai Rp.419.500.000,-. Tapi menurut LHP BPK-RI dijelaskan, luas tanahnya hanya 5.950 M2 dengan nilai perolehan sebesar Rp.5.000.000,- dan tahun perolehannya 2006. Selanjutnya SDN Margagiri-02 Kp.Karoeng Desa Margagiri Kec.Pagelaran luas tanahnya 2.674 M2, Saldo TA 2002 dan TA 2003 senilai Rp.133.700.000,- serta riwayat perolehan tanah pembelian. Tapi menurut LHP BPK-RI dijelaskan, luas tanahnya hanya 1.345 M2 dengan nilai perolehan sebesar Rp.42.000.000,- serta riwayat perolehan tanah pembelian.
Untuk hal tersebut penulis menghimbau agar kepada pihak-pihak yang menginginkan adanya perubah menuju kehidupan yang lebih baik dan maju, mau saling bahu-membahu menyelusurinya agar aset tetap tanah milik Pemkab Pandeglang seluruhnya ada berapa bidang dan berapa luas sesungguhnya jadi jelas. Hal itu dimaksudkan agar kekawatiran telah terjadi perubahan pada kepemilikan jadi dapat diketahui, begitu pula dengan data tentang luas tanahnya yang tercermin bagaikan selalu dirahasiakan juga dapat diketahui.  Dengan demikian aset tetap tanah milik Pemkab Pandeglang dapat terselamatkan dari dikuasai oleh sementara oknum yang rakus.
Aset Kendaraan Dinas Dipinjam Pakaikan
Sebanyak 40 kendaraan dinas roda empat dan dua Pemkab Pandeglang, dipinjam pakaikan tanpa disertai berita acara pinjam pakai kendaraan. Kondisi tersebut tidak sesuai dengan Permendagri No.17 tahun 2007 tanggal 21 Maret 2007, tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah. Dimana dari 40 kendaraan dinas tersebut, 28 kendaraan digunakan untuk Instansi Vertikal dan 12 kendaraan digunakan untuk Ketua Fraksi dan Ketua Komisi dilingkungan DPRD Kabupaten Pandeglang. Ini diungkapkan pada LHP BPK-RI No.36a/LHP/XVIII/SRG/06/2010 tanggal 15 Juni 2010
Celakanya sudah pinjam pakai kendaraannya dianggap tidak sesuai dengan Permendagri No.17 Tahun 2007 tanggal 21 Maret 2007, biaya pemeliharaannya juga dibebankan pula pada APBD Pemkab Pandeglang dan bahkan melebihi dari ketentuan sesuai Perbup No.13 Tahun 2006. Contoh mobil merek Terrano Sprit S2 dengan No.Pol. A 3 K yang dipinjam pakaikan kepada pihak Instansi Vertikal yaitu pihak Kejaksaan Negeri Pandeglang, Daihatsu KF70 dengan No.Pol. A 220 K yang dipinjam pakaikan kepada pihak DPRD Kabupaten Pandeglang, Toyota Kijang dengan No.Pol. A 248 K dan A 83 K yang dipinjam pakaikan kepada pihak PDAM Kabupaten Pandeglang, biaya pemeliharaannya juga dibebankan pada APBD TA 2007.(Red)

Komentar

Halaman

Bongkar" Pembangunan Tower Telekomunikasi Di Kecamatan Jiput Diduga Ijin Sepihak', Pengerjaan nya Tidak Sesuai SOP

Bareskrim Sita Miliaran Uang Hingga Aset Dari Kasus Net89

Kepada Presiden Prabowo: Kedaulatan Negara Makin Terancam, Kesenjangan dan Ketidakadilan Makin Menganga

Kades Gofur SH" Minta Masyarakat Kawal Program Hasil Musrenbang Desa Ganggaeng kecamatan Picung

Nota Kesepahaman Diteken, Badan Hukum BUMDes Bakal Dipercepat