DISCLAIMER JADI HADIAH AKHIR JABATAN ERWAN SEBAGAI BUPATI PANDEGLANG
Pandeglang,…………………..
Berharap setelah mengalami WDP tiga tahun berturut-turut yaitu tahun 2011
s/d 2013 ditahun berikutnya yaitu tahun 2014 Kabupaten Pandeglang dapat menjadi
WTP, tapi apa daya dampak salah dalam menempatkan beberapa stapnya seperti Kabid Akutansi dan Kabid Aset pada Dinas
Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPKA), Drs.H.Erwan Kurtubi,MM Bupati Pandeglang
diakhir masa jabatannya yaitu tgl.9 Desember 2015 atau hari dilaksanakannya
Pemilukada 2015, harus menerima penghargaan berupa disclaimer dari BPK-RI.
Disamping
adanya kesalahan dalam menempatkan stapnya, kiranya dalam menyajikan nilai
akuitas akhir per-31 Desember 2014 dan 2013 masing-masing sebesar Rp.1,88
Triliun dan sebesar Rp.2,44 Triliun, tapi tidak menyajikan dampak kumulatif
perubahan kebijakan/kesalahan mendasar sesuai dengan standar Akuntansi
Pemerintah. Membuat dokumen dan catatan yang tersedia tidak memungkinkan pihak
BPK-RI untuk menerapkan prosedur pemeriksaan yang memadai untuk meyakini nilai
ekuitas dalam laporan perubahan ekuitas dan neraca. Permasalahan inilah yang
membuat pihak BPK-RI menolak memberikan opini atas LKPD Pemkab Pandeglang tahun
2014 dan 2013.
Padahal Pemkab Pandeglang pada tahun 2014 sudah
menerapkan kebijakan Akuntansi berbasis Akrual berdasarkan Perbup No.43 tahun
2014, tapi dikarenakan pada tgl.1 Januari 2015 Pemkab Pandeglang membuat
kebijakan dengan menerapkan Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) yang baru,
maka pada saat penyusunan laporan keuangan tahun 2014 nomenklatur SKPD
mengalami perubahan, sehingga pertanggung jawaban atas LKPD tahun 2014 yang masih
menggunakan SOTK lama maka tanggung jawabnya juga tetap pada pejabat yang
mengelola keuangan tahun 2014.
Sistem Pengendalian Intern dan Kepatuhan Pada
Peraturan Perudang-Undangan
Disamping masalah SDM dan Keuangan yang membuat
Kabupaten Pandeglang diberi penghargaan berupa Disclaimer, kiranya masalah system
pengendalian intern dan kepatuhan pada Peraturan Perundang-Undangan juga
memiliki andil terjadinya disclaimer pada LKPD Pemkab Pandeglang tahun 2014.
Sedangkan yang sesungguhnya harus bertanggung jawab dalam hal tersebut menurut
John Bayanta Ketua Front Rakyat Bersatu Membangun Bangsa, adalah pihak Inspektorat.
Sedangkan masalah yang mendasar
yang terlihat dari implementasi tata pemerintahan diwilayah Kabupaten
Pandeglang Banten adalah belum optimalnya proses komunikasi, koordinasi dan
interaksi dilingkungan Pemkab Pandeglang. Begitu pula dengan etos kerja dan
disiplin sebagian besar aparatur pemerintahnya yang masih kurang dan masih
rendahnya penegakan hukum, serta pemahaman kesadaran aparatur pemerintah
terhadap hukum.
Oleh karenanya usaha pengendalian
intern dan penerapan tindakan disiplin yang tepat atas penyimpangan
aturan/etika, harus dilakukan dengan efektif dan konsisten. Bukan hanya dengan
teguran-teguran tertulis yang sering dilakukan pimpinan instansi yang tidak
menimbulkan adanya efek jera. Ini
dapat dilihat pada penyimpangan atau pelanggaran terhadap aturan/etika masih
saja terus terulang dilakukan oleh pejabat maupun pegawai, membuat dana APBD
pada disetiap tahunnya dikabarkan ditemui diselewengkan milyaran rupiah.
Sedangkan terjadinya kelemahan
dalam sistem pengendalian intern dimaksud tercermin sudah sejak LHP BPK-RI atas sistem pengendalian intern dalam rangka pemeriksaan laporan
keuangan Pemkab Pandeglang TA 2009 No.36a/LHP/XVIII/SRG/06/2010 tanggal 15 Juni
2010, dan pada Iktisar hasil pemeriksaan Semester-I Tahun 2010 pihak BPK-RI
yang menyatakan bahwa, dari total 15 kasus, terdapat 10 kasus kelemahan pada
sistem pengendalian Akuntansi dan pelaporan, 4 kasus pada sistem pengendalian
pelaksanaan APBD, 1 kasus pada struktur pengendalian intern.
Berdasarkan pemeriksaan
terhadap pelaksanaan fungsi-fungsi BUD, kuasa BUD, pengguna anggaran, pejabat
penata-usahaan keuangan, bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran SKPD
diketahui masih terdapat beberapa hal yang belum dilaksanakan secara optimal.
Seperti pada fungsi BUD dan
kuasa BUD, tidak memberikan petunjuk teknis pelaksanaan sistem penerimaan dan
pengeluaran kas daerah serta tidak melaksanakan sistem akuntansi dan pelaporan
keuangan daerah secara memadai dan tepat waktu. BUD juga belum melaksanakan
kebijakan dan pedoman pengelolaan serta penghapusan barang milik daerah.
BUD/Kuasa BUD belum melaksanakan penyimpanan seluruh bukti asli kepemilikan
kekayaan daerah.
Kemudian pada fungsi pengguna
anggaran dan PPK-SKPD, oleh pengguna anggaran hanya dilakukan terhadap
bendahara pengeluaran, sedangkan pemeriksaan kas terhadap bendahara penerimaan
tidak dilakukan. Penutupan kas di bendahara pengeluaran pada akhir tahun
dilakukan hanya dengan mencocokan BKU per-31 Desember, dengan SPJ dan fisik kas
di bendahara pengeluaran tanpa memperhitungkan saldo rekening koran SKPD.
Pengguna anggaran tidak menyusun dan menyampaikan laporan keuangan SKPD yang
dipimpinnya secara periodik.
Pada SKPD telah ditunjuk
Pejabat Penata-usahaan Keuangan (PPK), akan tetapi tugas dan fungsinya
dilaksanakan oleh bendahara pengeluaran diantaranya menyiapkan SPM, meneliti
kelengkapan SPP-LS, SPP-UP,SPP-GU, SPP-TU dan SPP-LS Gaji, juga melakukan
verifikasi harian atas penerimaan seperti melaksanakan akuntansi SKPD dan membuat
SPJ akhir tahun.
Untuk fungsi bendahara
penerimaan pada SKPD belum menata-usahakan penerimaam secara memadai
diantaranya tidak membuat buku pembantu perincian objek penerimaan dan buku
rekapitulasi penerimaan harian. Bendahara penerimaan belum mempertanggung-jawabkan
secara administratif atas pengelolaan uang yang menjadi tanggung-jawannya
dengan menyampaikan laporan
pertanggung-jawaban penerimaan kepada pengguna anggaran melalui PPK SKPD paling
lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
Bendahara penerimaan SKPD
belum mempertanggung-jawabkan secara fungsional atas pengelolaan uang yang
menjadi tanggung-jawabnya dengan menyampaikan laporan pertanggung-jawaban penerimaam kepada SKPD selaku PPKD dan
BUD paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. Juga bendahara penerimaan belum
menyetor penerimaannya ke kas daerah dalam jangka waktu 1 x 24 jam.
Kemudian pada fungsi bendahara
pengeluaran SKPD, belum sepenuhnya membuat formulir-formulir penata-usahaan
yang menjadi tanggung-jawabnya seperti buku bank, buku rekapitulasi pengeluaran
perincian objek. Permasaalahan tersebut dinilai oleh BPK-RI, tidak sesuai
dengan Permendagri No.13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan
Daerah.
Belum Miliki Buku Induk Aset Tetap
Lemahnya sistem pengendalian
intern disamping seperti apa yang diungkapkan diatas, kiranya juga terlihat
pada penjelasan pihak BPK-RI yang menyatakan, Pemkab Pandeglang belum memiliki
buku induk aset tetap yang berisi saldo awal, mutasi, saldo akhir dan informasi
lain seperti uraian, klasifikasi aset tetap SKPD, lokasi, merk, tipe, tahun
pengadaan dan harga perolehan aset tetap yang merupakan himpunan saldo aset
tetap yang dimiliki seluruh satuan kerja dilingkungan Pemkab Pandeglang.
Adapun aset tetap yang
disajikan dalam neraca adalah hasil inventarisasi aset tetap pada saat
penyusunan neraca awal Pemkab Pandeglang ditambah dengan mutasi perolehan aset
tetap setiap tahunnya sesuai realisasi belanja modal. Pencatatan aset tetap
yang dimiliki Pemkab Pandeglang sampai akhir TA 2009 hanya berupa buku hasil
kompilasi Kartu Inventarisasi Barang (KIB) yang disusun oleh bidang aset pada
Dinas Pengelola Keuangan Pendapatan dan Aset Daerah (DPKPA) tanggal 31 Desember
2009. Dimana dalam buku kompilasi KIB tersebut dijelaskan hanya mencatumkan
jenis aset tetap, tahun pengadaan, lokasi, nomor sertipikat dan harga.
Sedangkan pada beberapa aset
tetap terdapat uraiannya tidak lengkap, baik itu kode barang, tahun pengadaan,
lokasi, nomor sertipikat maupun harga perolehan, membuat sampai pada
pemeriksaan berakhir, saldo aset tetap yang dicantumkan dalam buku kompilasi
KIB tersebut sebesar Rp.175.835.092.350,-. Tapi pada neraca dicantumkan saldo
aset tetap per-31 Desember 2009 sebesar Rp.1.117.543.044.959,- atau terdapat
selisih sebesar Rp.945.689.827.632,- ( Rp.1.117.543.044.959,- -
Rp.175.835.092.350,-).
Tanpa Menggunakan Data Dari DPKPA
Neraca Pemkab Pandeglang
per-31 Desember 2009 (anaudited) mencatat nilai aset tetap sebesar
Rp.1.117.543.044.959,- dimana nilai tersebut berasal dari saldo aset tetap TA
2008 ditambah mutasi dari TA 2009 hasil rekonsiliasi antara bidang akuntansi
dan pengguna barang masing-masing SKPD yang dibantu oleh pihak Inspektorat sebagai mediator tanpa
menggunakan data dari bidang aset DPKPA.
Disamping nilai aset tetap
yang disajikan dalam neraca tidak dilakukan rekonsiliasi data dengan bidang
aset DPKPA sebagai Lead Sector
pengelolaan aset Pemkab Pandeglang, rekonsiliasi pencatatan atas aset tetap
hanya dilakukan oleh bidang akuntansi dan masing-masing SKPD selaku pengguna
barang untuk kepentingan penyusunan laporan keuangan. Sedangkan bidang aset
DPKPA tidak ikut melakukan rekonsiliasi pencatatan aset tetap, sehingga data
yang ada dibidang aset bersumber dari KIB masing-masing SKPD.
Masalahnya dikarenakan tidak
semua SKPD menyampaikan laporan pengguna Semester/Tahunan (LBPS/LBPT) kepada
pengelola barang daerah melalui bidang aset DPKPA. Penata-usahaan barang milik
daerah pada SKPD Kabupaten Pandeglang tidak dilakukan dengan tertib yaitu,
tidak lengkapnya Kartu Inventaris Barang (KIB)-A (Tanah), KIB-B (Peralatan dan
Mesin), KIB-C (Gedung dan Bangunan), KIB-D (Jalan Irigasi dan Jaringan), KIB-E
(Aset Tetap Lainnya), KIB-F (Kontruksi Dalam Pengerjaan) serta tidak tertibnya
melakukan rekapitulasi dari KIB tersebut ke dalam Daftar Barang Pengguna (DBP).
Selain itu, aset belum diberi
kode nomor barang dan banyak aset yang tidak disebutkan harga perolehan,
kondisinya (baik, kurang baik, rusak). Disamping itu Pemkab Pandeglang belum
menetapkan kebijakan pengelolaan barang milik daerah, penggunaan, pemamfaatan
atau pemindah-tanganan tanah dan bangunan, serta kebijakan pengamanan barang
milik daerah.
Sistem Dokumentasi Aset Tanah Tidak Tertib
Bila menyimak pada data aset
tetap tanah yang dimiliki Pemkab Pandeglang, mencerminkan masih lemah dan tidak
tertibnya sistem dokumentasi aset tanah milik Pemkab Pandeglang. Contoh menurut
perhitungan terhadap dokumen KIB indeks-A (Tanah) dari bidang aset DPKPA
diketahui aset tanah Kabupaten Pandeglang terdiri dari 1.198 bidang tanah
dengan luas lebih kurang 42.536.887,04 M2. Dengan dokumen kepemilikan atas
tanah tersebut berupa 10 Sertipikat kepemilikan tanah, 13 Akte dan Keterangan
Jual Beli, 30 Akte dan Pernyataan Hibah/Wakaf dan selebihnya hanya berbentuk
surat keterangan status tanah.
Dari jumlah 1.198 bidang tanah
tersebut yang diketahui harga perolehannya hanya sebanyak 208 bidang tanah
dengan luas lebih kurang 709.568,55 M2 dan nilainya sebesar
Rp.26.178.158.101,-, sedangkan sisanya sebanyak 990 bidang tanah dengan luas
lebih kurang 41.827.318,49 M2 belum diketahui harga perolehannya. Tapi menurut
neraca per-31 Desember 2009, Pemkab Pandeglang mencatat nilai aset tetap tanah
sebesar Rp.222.226.777.112,- tanpa menjelaskan berapa luas tanahnya.
Kemudian pada saldo aset tetap
tanah per-31 Desember 2009 berasal dari saldo awal aset tetap tanah TA 2008
sebesar Rp.221.089.199.122,- ditambah dengan belanja modal tanah TA 2009
sebesar Rp.1.137.578.000,- pada dinas Pendidikan. Disamping itu terdapat pula
aset tanah yang masih dalam status sengketa pada tingkat kasasi di Mahkamah
Agung yaitu, tanah wisata Karangsari Desa Sukarame Kecamatan Carita seluas
lebih kurang 22.460 M2 dengan nilai harga perolehan sebesar Rp.5.250.000.000,-.
Harga Tanah Menurut Atau Luasnya Berkurang?
Pertanyaan ini mencuat
disebabkan data yang disampaikan pihak Pemkab Pandeglang seperti pada saldo
aset tetap tanah per-31 Desember 2009
dijelaskan, senilai Rp.222.226.777.112,-
tanpa menjelaskan berapa luas tanahnya. Begitu pula pada neraca per-31 Desember 2002 yang nilai aset tetap
tanahnya disebutkan sebesar Rp.260.579.720.000,-
tanpa menjelaskan berapa luas tanahnya, ini juga terjadi pada neraca per-31 Desember 2003, dimana nilai aset
tetap tanah disebutkan sebesar Rp.264.369.935.000,-
juga tanpa menjelaskan berapa luas tanahnya.
Bila menyimak tentang nilai
harga perolehan tanahnya tersebut, maka pertanyaan pun mencuat berapa
sesungguhnya aset tanah yang dimiliki Pemkab Pandeglang, hingga tercerminlah
bahwa harga tanah di Kabupaten Pandeglang mulai tahun 2003 menurun atau luas tanahnya
yang jadi berkurang. Tapi jika
menyimak pada data yang ada dibuku induk aset Pemkab Pandeglang TA 2003, dimana
dijelaskan seperti pada inventaris tanah kantor/gedung SLTP-Negeri, SMK-Negeri,
SMU-Negeri milik Pemkab Pandeglang diantaranya SLTP-Negeri-2 Desa Gunung Batu Munjul
luas tanahnya 7.500 M2, Saldo TA 2002 dan TA 2003 senilai Rp.375.000.000,-
serta riwayat perolehan tanah pembelian. Tapi menurut LHP BPK-RI atas kepatuhan
terhadap Perundang-undangan No.05b/LHP/XVIII.SRG/05/2011 tgl.27 Mei 2011, luas
tanahnya dijelaskan hanya 2.000 M2 dengan nilai perolehan sebesar Rp.20 Juta
dan tahun perolehannya 2006.
Begitu pula yang terjadi pada
SLTP-Negeri-1 Angsana menurut buku induk aset Pemkab Pandeglang TA 2003
dijelaskan luas tanahnya 16.780 M2, Saldo TA 2002 dan TA 2003 senilai
Rp.419.500.000,-. Tapi menurut LHP BPK-RI dijelaskan, luas tanahnya hanya 5.950
M2 dengan nilai perolehan sebesar Rp.5.000.000,- dan tahun perolehannya 2006.
Selanjutnya SDN Margagiri-02 Kp.Karoeng Desa Margagiri Kec.Pagelaran luas
tanahnya 2.674 M2, Saldo TA 2002 dan TA 2003 senilai Rp.133.700.000,- serta
riwayat perolehan tanah pembelian. Tapi menurut LHP BPK-RI dijelaskan, luas
tanahnya hanya 1.345 M2 dengan nilai perolehan sebesar Rp.42.000.000,- serta
riwayat perolehan tanah pembelian.
Untuk hal tersebut kiranya
membuat John Bayanta terpaksa harus angkat bicara dengan menghimbau agar kepada pihak-pihak yang
menginginkan adanya perubah menuju kehidupan yang lebih baik dan maju, mau
saling bahu-membahu menyelusurinya agar aset tetap tanah milik Pemkab
Pandeglang seluruhnya ada berapa bidang dan berapa luas sesungguhnya jadi
jelas. Hal itu dimaksudkan agar kekawatiran telah terjadi perubahan pada
kepemilikan jadi dapat diketahui, begitu pula dengan data tentang luas tanahnya
yang tercermin bagaikan selalu dirahasiakan juga dapat diketahui. Dengan demikian aset tetap tanah milik Pemkab
Pandeglang dapat terselamatkan dari dikuasai oleh sementara oknum yang rakus.
Aset Kendaraan Dinas Dipinjam Pakaikan
Sebanyak 40 kendaraan dinas
roda empat dan dua Pemkab Pandeglang, dipinjam pakaikan tanpa disertai berita
acara pinjam pakai kendaraan. Kondisi tersebut tidak sesuai dengan Permendagri No.7
tahun 2006 dan Permandagri No.17
tahun 2007, tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah. Dimana dari
40 kendaraan dinas tersebut, 28 kendaraan digunakan untuk Instansi Vertikal dan
12 kendaraan digunakan untuk Ketua Fraksi dan Ketua Komisi dilingkungan DPRD
Kabupaten Pandeglang. Ini diungkapkan pada LHP BPK-RI
No.36a/LHP/XVIII/SRG/06/2010 tanggal 15 Juni 2010.
Celakanya sudah pinjam pakai
kendaraannya dianggap tidak sesuai dengan Permendagri No.17 Tahun 2007 tanggal
21 Maret 2007, biaya pemeliharaannya juga dibebankan pula pada APBD Pemkab
Pandeglang dan bahkan melebihi dari ketentuan sesuai Perbup No.13 Tahun 2006. Contoh
mobil merek Terrano Sprit S2 dengan No.Pol. A 3 K yang dipinjam pakaikan kepada
pihak Instansi Vertikal yaitu pihak Kejaksaan Negeri Pandeglang, Daihatsu KF70
dengan No.Pol. A 220 K yang dipinjam pakaikan kepada pihak DPRD Kabupaten Pandeglang,
Toyota Kijang dengan No.Pol. A 248 K dan A 83 K yang dipinjam pakaikan kepada
pihak PDAM Kabupaten Pandeglang, biaya pemeliharaannya juga dibebankan pada
APBD TA 2007.
Permasalahan yang tersebut diatas kiranya tidak sampai disitu, ini
dibuktikan dengan adanya 34 kendaraan dinas roda empat milik Pemkab Pandeglang
dipinjam pakaikan kepada 34 orang anggota DPRD Kabupaten Pandeglang priode 2014
– 2019 dilakukan oleh Sekda Pemkab Pandeglang Drs.H.Aah Maulany,M.Pd, padahal
pada Permendagri No.7 Tahun 2006 dan Permendagri No.11 Tahun 2007 yang boleh
dipinjam pakaikan kendaraan dinas adalah Ketua
dan Wakil Ketua DPRD, bahkan pada PP No.27 Tahun 2014 Pasal-30 ayat-1
menyebutkan, Pinjam pakai barang milik
Negara/Daerah dilaksanakan antar pemerintah Pusat dan pemerintah Daerah atau
antar pemerintah Daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintah.
“Jadi bukan seperti apa yang pernah dikatakan oleh Drs.Ramadani,MSi
Kepala DPKA yang membawahi bagian Aset Pemkab Pandeglang bahwa, pinjam pakai
kendaraan dinas kepada anggota DPRD menurut PP No.27 Tahun 2014 dibolehkan.
Bahkan dikatakan sifatnya jika pimpinan
DPRD itu namanya Wajib dan untuk anggota DPRD itu namanya Sunah”. Jelas
John Bayanta yang menirukan ucapan dari Drs.Ramadani,MSi kepadanya beberapa
waktu yang lalu.
Selanjutnya John Bayanta mengatakan bahwa, Sekda Kabupaten Pandeglang
Drs.H.Aah Wahid Maulany,M.Pd telah bertindak demi anggota DPRD Kabupaten
Pandeglang siap melanggar Peraturan BKN tentang ketentuan pelaksanaan PP No.53
Tahun 2010 Bab-II Pasal-3 dimana pada poin-4 berbunyi; Mentaati segala Peraturan Perundang-Undangan. Dan Poin-7.
Mengutamakan kepentingan Negara dari pada kepentingan sendiri, seseorang
dan/atau golongan.
“Tindakan tersebut dibuktikan seperti dengan memberi pinjam pakaikan
sebanyak 34 mobil dinas kepada anggota DPRD Kabupaten Pandeglang, mencerminkan
kepentingan pribadi dan kelompok lebih diutamakan dari pada kepentingan Negara,
dimana tindakan tersebut tidak sesuai dengan Permendagri No.7 Tahun 2006,
Permendagri No.11 Tahun 2007 dan PP No.27 Tahun 2014”. Tambah John
Bayanta.( Red).
Komentar
Posting Komentar